Sejarah Ukiran Jepara Indonesia: Pahatan Indah dan Berkarakter

Bagikan ke
Sejarah Ukiran Jepara Indonesia: Pahatan Indah dan Berkarakter

Sejarah Ukiran jepara Indonesia. Kalau ngomongin Jepara, rasanya nggak cukup kalau cuma bilang “kota di pesisir utara Jawa Tengah”.

Kota ini itu legenda hidup! Sejak zaman kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara, Jepara udah jadi pusat perdagangan dan peradaban maritim.

Letaknya strategis, pelabuhannya ramai, dan budayanya kaya nggak heran banyak kisah sejarah lahir dari sini.

Tapi yang bikin Jepara benar-benar mendunia adalah gelarnya: Kota Ukir Dunia. Gelar ini bukan sekadar pajangan, tapi hasil dari ratusan tahun tradisi seni ukir kayu yang detailnya bikin mata terpana.

Setiap goresan pahat di Jepara bercerita, setiap pola ukiran memegang warisan yang di jaga turun-temurun.

Baca juga: Anyaman Bambu yang Klasik: Etnoestetika Yang bernilai tinggi

Sejarah Ukiran jepara Indonesia: Periodesasi sejarah ukiran Jepara

Asal-usul Nama Jepara

Sejarah Ukiran jepara Indonesia. Kalau kamu pernah dengar nama Jepara, mungkin yang langsung terlintas di kepala adalah ukiran kayunya yang legendaris.

Tapi tunggu dulu, nama Jepara itu sendiri punya cerita panjang yang seru, lho!

Menurut catatan dari laman resmi PPID Kabupaten Jepara, nama Jepara awalnya berasal dari dua kata: Ujung Para.

Seiring waktu, sebutan ini mengalami metamorfosis dari Ujung Para jadi Ujung Mara, lalu Jumpara, dan akhirnya menjadi nama yang kita kenal sekarang: Jepara.

Sejarah Ukiran jepara Indonesia: makna beberapa ukiran Jepara

Ciri Khas Ukiran Jepara


Kalau bicara soal ukiran kayu di Indonesia, rasanya nggak lengkap kalau nggak nyebut Jepara. Bukan cuma karena kualitas kayunya, tapi juga karena motifnya yang khas dan penuh makna.

Salah satu motif andalan dari Jepara adalah motif Daun Trubusan, yang hadir dalam dua versi:

  • Daun yang tumbuh dari tangkai relung: Ibarat kehidupan baru yang muncul dari tempat terdalam.
  • Daun yang muncul dari cabang atau ruas: Tanda bahwa kreativitas itu bisa bercabang ke mana saja.

Selain itu, ada juga motif Jumbai daunnya melebar kayak kipas, dengan ujung yang meruncing manis. Di bagian pangkalnya, biasanya muncul tiga sampai empat biji. Cantik dan simbolis banget!

Sejarah Ukiran jepara Indonesia. Tapi yang paling bikin ukiran Jepara beda dari yang lain adalah gaya tangkai relungnya yang meliuk panjang, menjalar, dan membentuk cabang-cabang kecil.

Pola ini bukan cuma mengisi ruang kosong, tapi juga mempercantik keseluruhan karya. Nggak heran kalau ukiran Jepara di akui dunia!

Makna motif ukirannya

Jepara, Kota Ukir Berkelas Dunia yang Nggak Kalah Keren dari Paris!

Kalau kamu dengar nama Jepara, langsung terlintas kayu, ukiran, dan mebel, kan? Nggak salah! Soalnya Jepara memang punya julukan yang nggak main-main: The World Carving Center alias Pusat Ukir Dunia. Gila, keren banget nggak sih?

Julukan itu bukan cuma tempelan doang. Sejak abad ke-19, Jepara udah nancap taringnya sebagai pusat seni ukir dan mebel di Indonesia.

Dan nggak tanggung-tanggung, pamornya menembus batas negara. Produk-produk dari tangan-tangan pengrajin Jepara sekarang udah mejeng di rumah-rumah mewah di Eropa, Asia, bahkan Amerika.

Jadi, kalau kamu punya satu set kursi atau lemari dari Jepara, bisa di bilang kamu udah punya taste kelas dunia!

Warisan yang Nggak Pernah Padam: Dari Nenek Moyang sampai Pasar Global

Yang bikin ukiran Jepara spesial bukan cuma desainnya yang rumit dan detail, tapi juga cerita di baliknya. Seni ukir di Jepara bukan tren sesaat. Ia tumbuh dari tradisi, dari tangan ke tangan, dari generasi ke generasi.

Buat masyarakat Jepara, mengukir kayu itu bukan sekadar cari cuan, tapi juga bagian dari identitas. Mereka hidup dan bernapas dalam ritme pahat dan serbuk kayu.

Hingga hari ini, Jepara tetap jadi salah satu penghasil ukiran kayu terbesar di Indonesia. Bahkan, ekspornya jalan terus sampai ke penjuru dunia. Beneran, dari desa kecil bisa go internasional ini baru yang namanya lokal rasa global!

Warisan yang Nggak Pernah Padam: Dari Nenek Moyang sampai Pasar Global

bagaimana sejarah jepara juluki kota ukir berkelas dunia ?

Sejarah Ukiran jepara Indonesia. Mengutip dari laman resmi Indonesia.go.id, sejarah kota Jepara mendapat julukan kota ukir karena dahulu kala Prabangkara, ahli lukis dan ukir itu, dipanggil oleh Raja Brawijaya untuk melukis istrinya dalam keadaan tanpa busana sebagai wujud cinta sang raja.

Sebagai pelukis, ia harus melukis melalui imajinasinya tanpa boleh melihat permaisuri dalam keadaan tanpa busana.

Prabangkara melakukan tugasnya dengan sempurna sampai kotoran seekor cicak jatuh mengenai lukisan itu sehingga lukisan permaisuri mempunyai tahi lalat.

Raja sangat puas dengan hasil karya Prabangkara namun begitu melihat tahi lalat tersebut, maka marahlah sang raja dan menuduh Prabangkara melihat permaisuri tanpa busana karena lokasi tahi lalatnya persis dengan kenyataannya.

Prabangkara pun di hukum dengan di ikat di layang-layang, di terbangkan, dan kemudian jatuh di belakang gunung yang kini bernama Mulyoharjo.

Prabangkara kemudian mengajarkan ilmu ukir kepada warga Jepara dan kemahiran ukir warga Jepara bertahan hingga sekarang.

Ukiran Jepara sudah ada sejak zaman pemerintahan Ratu Kalinyamat sekitar tahun 1549. Anak perempuan ratu bernama Retno Kencono mempunyai peranan yang besar bagi perkembangan seni ukir.

Di zaman ini kesenian ukir berkembang dengan sangat pesat di tambah dengan adanya seorang menteri bernama Sungging Badarduwung yang berasal dari Campa dan sangat ahli dalam seni ukir.

Sementara daerah belakang Gunung di ceritakan terdapat sekelompok pengukir yang bertugas untuk melayani kebutuhan ukir keluarga kerajaan.

Semakin hari kelompok ini berkembang menjadi semakin banyak karena desa-desa tetangga mereka pun ikut belajar mengukir.

Namun, sepeninggal Ratu Kalinyamat, perkembangan mereka terhenti dan baru berkembang kemudian di era Kartini, pahlawan wanita yang lahir di Jepara.

bagaimana sejarah jepara dijuluki kota ukir berkelas dunia ?

Legenda Turun Temurun

Sejarah Ukiran jepara Indonesia. Legenda tentang pengukir dan pelukis dari zaman Raja Brawijaya dari Kerajaan Majapahit di ceritakan secara turun temurun di kota Jepara.

Saking kuatnya legenda itu di tanamkan, sehingga orang mempercayainya sebagai sejarah awal kenapa kota ini begitu terkenal dengan ukirannya dan para pengerjanya begitu mahir menciptakan karya seni ini.

Konon dahulu kala Prabangkara, ahli lukis dan ukir itu, dipanggil oleh Raja Brawijaya untuk melukis isterinya dalam keadaan tanpa busana sebagai wujud cinta sang raja.

Sebagai pelukis, ia harus melukis melalui imajinasinya tanpa boleh melihat permaisuri dalam keadaan tanpa busana.

Prabangkara melakukan tugasnya dengan sempurna sampai kotoran seekor cecak jatuh mengenai lukisan itu sehingga lukisan permaisuri mempunyai tahi lalat.

Raja sangat puas dengan hasil karya Prabangkara namun begitu melihat tahi lalat tersebut, maka marahlah sang raja dan menuduh Prabangkara melihat permaisuri tanpa busana karena lokasi tahi lalatnya persis dengan kenyataannya.

Prabangkara pun di hukum dengan di ikat di layang-layang, di terbangkan, dan kemudian jatuh di Belakang Gunung yang kini bernama Mulyoharjo. Prabangkara kemudian mengajarkan ilmu ukir kepada warga Jepara dan kemahiran ukir warga Jepara bertahan hingga sekarang.

Ukiran Jepara sudah ada sejak zamannya pemerintahan Ratu Kalinyamat sekitar tahun 1549.

Anak perempuan Ratu bernama Retno Kencono mempunyai peranan yang besar bagi perkembangan seni ukir.

Di zaman ini kesenian ukir berkembang dengan sangat pesat ditambah dengan adanya seorang menteri bernama Sungging Badarduwung yang berasal dari Campa dan sangat ahli dalam seni ukir.

Sementara daerah Belakang Gunung diceritakan terdapat sekelompok pengukir yang bertugas untuk melayani kebutuhan ukir keluarga kerajaan.

Legenda Turun Temurun

Perkembangan setelah Kartini

Semakin hari kelompok ini berkembang menjadi semakin banyak karena desa-desa tetangga mereka pun ikut belajar mengukir.

Namun, sepeninggal Ratu Kali Nyamat, perkembangan mereka terhenti kalau bukan dibilang stagnan dan baru berkembang kemudian di era Kartini, pahlawan wanita yang lahir di Jepara.

Peranan Raden Ajeg Kartini dalam pengembangan seni ukir sangat besar. Ia melihat kehidupan para pengrajin ukir yang tidak beranjak dari kemiskinan dan hal ini sangat mengusik batinnya.

Ia kemudian memanggil beberapa pengrajin dari dearah Belakang Gunung untuk bersama-sama membuat ukiran seperti peti jahitan, meja kecil, figura, tempat perhiasan, dan barang cindera mata lainnya.

Kemudian dijual oleh Raden Ajeng Kartini ke Semarang dan Batavia (sekarang Jakarta), sehingga akhirnya diketahuilah kualitas karya seni ukir dari Jepara ini.

Pesanan pun banyak berdatangan dan hasil produksi pengrajin seni ukir Jepara pun bertambah jenisnya.

Sementara itu, Raden Ajeng Kartini pun mulai memperkenalkan karya seni ukir Jepara ke luar negeri dengan memberikan berbagai cindera mata kepada teman-temannya di luar negeri.

Seluruh penjualan barang ini setelah dikurangi oleh biaya produksi, uangnya diserahkan secara utuh kepada para pengrajin yang mana dapat menaikkan taraf hidup mereka yang berkecimpung di bidang ini.

Ciri Khas Ukiran Jepara

Ukiran Jepara memiliki ciri khas yang menunjukkan bahwa ukiran itu berasal dari Jepara atau bukan melalui corak dan motifnya.

Motif yang sangat terkenal dari ukiran daerah ini adalah Daun Trubusan yang terdiri dari dua macam. Pertama, daun yang keluar dari tangkai relung. Kedua, daun yang keluar dari cabang atau ruasnya.

Ukiran Jepara juga terlihat dari motif Jumbai dimana daunnya akan terbuka seperti kipas lalu ujungnya meruncing. Dan juga ada tiga atau empat biji keluar dari pangkal daun.

Selain itu, salah satu ciri khasnya adalah tangkai relung yang memutar dengan gaya memanjang dan menjalar membentuk cabang-cabang kecil untuk mengisi ruang dan memperindahnya.

Ciri-ciri khas ini sudah cukup mewakili identitas ukiran Jepara.

Ukiran Jepara mempunyai ciri khas bersifat akomodatif untuk menjaga keseimbangan dan keselarasan dalam lingkungan hidup di masyarakat umum.

Hal ini menjadi sangat penting karena masyarakat Jawa mengutamakan keselarasan dalam kehidupannya sehari-hari.

Seni ukiran Jepara juga menjadi medium untuk menunjukkan sebuah sikap dan kepribadian, contohnya: ukiran di daerah pesisir sifatnya terlihat lebih terbuka.

Ukiran Jepara berupa mebel dan senir ukir lainnya sudah tidak diragukan lagi kualitasnya baik di dalam maupun di luar negeri.

Selain menggunakan material bermutu tinggi seperti kayu jati dan jenis kayu-kayu lain yang sudah terbukti kualitasnya.

Ukiran Jepara berbahan kayu jati, bisa bertahan dengan baik hingga lebih dari 20 tahun lamanya. Selain itu, kayu jati mempunyai tekstur yang halus, serat yang lebih tajam, serta warna yang lebih seragam dibanding jenis kayu-kayu lainnya.

Meskipun harga mebel Jepara relatif lebih mahal tapi dengan kualitas yang tinggi dan berkelas, maka harganya pun sebanding dengan nilai seninya yang tinggi.

Ciri Khas Ukiran Jepara

Pengulas: Baso Marannu, owner pengembang website RAHASIA (https://ragamhiasindonesia.id ) saat ini sebagai peneliti Ahli Madya pada Pusat Riset Khazanah Keagamaan dan Peradaban – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *