Bolang di Bagas Godang: Ngulik Ornamen Mandailing (Part #01)

Bolang di Bagas Godang: Ngulik Ornamen Mandailing

Bolang di Bagas Godang. Indonesia memang sangat kaya dengan berbagai seni ornamen dan ragam hiasnya, mulai dari Aceh hingga Papua, nah kali ini saya akan mengulas beberapa makna dari Bolang yang terdapat pada Bagas Godang Batak Mandailing.

Salah satu Provinsi Sumatera Utara kita ketahui memliki beragam etnik misalkan etnik Nias, Batak, melayu. Khusus Suku Batak masih terbagi menjadi enam etnis, yakni Batak Karo, Toba, Simalungun, Pakpak, Angkola dan Mandailing, yang terakhir ini nantinya kita akan bahas terkait dengan ornamennya.

Menariknya setiap bagian dari suku Batak memiliki karakteristik, tradisi dan khas kebudayaan sebagai penanda dari identitas etnik mereka. Salah satunya adalah suku Mandailing

Pada kesempatan kali ini kita akan bercerita beberapa makna Bolang yang terdapat pada Bagas Godang

Baca juga: Eksotis Butiran Manik-Manik: Karya Seni Orang Dayak

Struktur Bolang yang unik

Bolang di Bagas Godang, ini adalah, istilah untuk desain ornamen-ornamen yang disebut bolang yang terdapat pada bagian tutup Ari  Sopo Godang (Balai Sidang Adat) dan Bagas Godang (Rumah Adat Raja) yang berarsitektur khas Batak Mandailing.

Cara Pembuatannya dengan cara menganyam atau menjalin bahan ada juga yang mengukirnya. Bahan utama yang mereka gunakan sebagai bahan anyaman adalah lembaran-lembaran bambu yang telah diarit dengan bentuk-bentuk tertentu dan kemudian memasangkannya pada bagian tutup ari (bagian depan umah adat).

Secara sepintas hanya dengan beberapa warna sederhana. Kita melihat Bagas godang memiliki struktur bangunan yang unik dan khas yang mengandung makna sebagai pencerminan kepribadian suku Mandailing dengan jenis Rumah Panggung.

Dulunya fungsi dari Bagas Godang merupakan tempat kediaman Raja sebagai pemimpin sebuah banua atau huta (desa) ataupun kerajaan di masa lampau.

Seperti halnya beberapa rumah adat di daerah lainnya misalkan Balla Lompoa (Makassar), Lamin (Dayak), Rumah Gadang (Padang) dll,

Bagas Godang juga dinamai dengan sio rancang dalom magodang atau sopo ditapang bayo.

Motif dan Makna

Ornamen-ornamen pada Bagas Godang tersebut juga berfungsi sebagai simbol atau lambang yang memiliki makna-makna serta filosofi yang sangat mendalam bagi masyarakat Mandailing.

Beberapa makna dan filosofis yang terkandung dalam ornamen seperti norma kehidupan, kaidah, hukum, nilai dan gagasan serta pandangan adat istiadat dalam tradisi yang selalu menjadi anutan orang Mandailing

Pada prinsipnya, ornamen tradisioal Mandailing yang selalu kita jumpai pada tutup ari, terdapat tiga motif yang menjadi ciri hasnya. Pertama Motif tumbuh-tumbuhan, Hewan dan Peralatan hidup sehari-hari.

Peralatan hidup sehari-hari, seperti timbangan dan podang melambangkan keadilan dan kesetaraan. Takar melambangkan pertolongan bagi yang membutuhkan dan kepedulian kepada sesama manusia. Loting melambangkan usaha-usaha dalam mencari nafkah, ketekunan dan kesabaran mencari pemenuhan kehidupan (ekonomi), dan lain sebagainya.

Makna Warna

Pembuatan bolang pada Sopo Godang dan Bagas Godang ini dilakukan dengan cara menganyam atau menjalin dan ada pula yang diukir.

Bahannya gunakan sebagai bahan anyaman adalah lembaran-lembaran bambu yang telah terarit dengan bentuk-bentuk tertentu dan kemudian memasangnya pada bagian tutup ari. Ornamen itu sebagian besar diberi warna primer (putih, merah dan hitam)

Na rara (merah)

Melambangkan kekuatan, keberanian dan kepahlawanan. Warna Na Rara ini memberikan makna tentang semnagat yang tidak dapat tergoyahkan, Semangat perjuangan yang terus berkobar. Tekad yang terus membara.

Merah adalah warna pemberani, menjadi simbol kehormatan sekaligus pengorbanan. Dalam setiap perjuangan, merah selalu hadir sebagai lambang jiwa yng tak gentar menghadapi tantangan.

Na lomlom (hitam)

Mewakili jiwa yang teguh, kedewasaan dan ketabahan. Na Lomlom mencerminkan keheningan, kebijaksanaan dalam kegelapan. Makna lainnya berarti tegar menghadapi ujian hidup.

Hitam juga melambangkan misteri, dunia roh sekaligus membawa kehidupan awal yang baru. Dalam beberapa makna hitam memberikan kesan yang sangat dalam.

Na bontar (putih)

Memberikan makna kesucian, kebersihan dan ketulusan. Na Bontar mencerminkan suasana hati yang jernih, niat yang tulus dan murni, serta harapan yang terang.

Warna putih memberikan makna yang baru, kedamaian serta keseimbangan dalam berbagai ranah kehidupan. Cahaya putih memberikan kedamaian dan ketenangan hati

Ornamen pada Bagas Godang

Berikut ini penerapan ornamen-ornamen yang terdapat pada tutup ari dari Sopo Godang dan Bagas Godang.

1.    Bona Bulu: Simbol Pemerintahan yang Kokoh

Bolang di Bagas Godang, salah satunya adalah motif Bona Bulu ilustrasi dari bambu berbaris selang seling

Bona Bulu juga menjadi bagian dari simbol pemerintahan. Ornamen yang mencerminkan keteguhan dan kerapihan.

Motifnya mirip dengan tumbuhan batang bambu yang berbaris tegak. Filosofinya menunjukkan keteraturan dan kekuatan dalam kepemimpinan.

Ornamen ini menjadi bagian yang selalu ada dalam arsitektur Mandailing.  Posisi motif ini menunjukkan struktur sosial dan pemerintah yang kokoh.

Dalam tradisi batak, sebuah pemukiman yang memiliki pemerintahan yang lengkap disebut Huta atau Bona Bulu. Bona Bulu bukan saja sebagai simbol tempat tinggal tetapi memiliki struktur sosial dalam masyarakatnya yang teratur.

Menurut adat batak, Dalian Na Tolu terdiri dari tiga pilar; yakni Mora, Kahanggi dan Ana Boru. Masing-masing individu bertanggungjawab untuk menjaga keseimbangan dan keharmonisan masyarakat.

Lebih dari sekedar motif, Bona Bulu menunjukkan nilai keteraturan dan kebersamaan dalam komunitas masyarakat Batak.

Pemerintah Huta harus kokoh terorganisir seperti halnya yang tergambar dalam bambu yang kuat jika bersatu. Setiap komponen memiliki fungsi yang signifikan untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis, adil dan  sejahtera.

Demikianlah orang Mandailing menganggap bahwa pernak-pernik Bona Bulu ini mengandung filosofi yang mengajarkan kita pada nilai luhur dan kebersamaan serta kepemimpinan

2. Bindu/Pusuk ni Robung: Simbol Harmoni dalam Organisasi Sosial

Bolang di Bagas Godang diantaranya Bindu/Pusuk ni Robung: Simbol Harmoni dalam Organisasi Sosial

Bindu atau biasa juga orang menyebutnya Pusuk ni Robung adalah ornamen pada Bagas Godang yang melambangkan organisasi sosial dalam masyarakt Mandailing.

Bentuknya segi tiga dan saling bersambung satu sama lainnya menyerupai pucuk rebung (tunas bambu), melambangkan pertumbuhan dan kesinambungan.

Dalam seni arsitektur tradisional Mandailing, Bindu ni ditempatkan pada bagian kedua dari bawah. Posisi ini menunjukkan betapa pentingnya keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat.

Posisi Bindu atau Pusuk ni Robung menunukkan pentingnya keteraturan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai bagian yang menopang keseimbangan dalam kehidupan

Motif ini merepresentasikan nilai-nilai kehidupan sosial masyarakat Mandailing, mencerminkan adat Markoum Sisolkot atau adat yang berlandaskan hubungan kekerababatan. Setiap individu memiliki ikatan yang kuat dengan sanak saudara dan lingkungan sosialmya

Jika kita perhatikan, bentuk segitiga yang saling berhubungan pada motif Bindu mengajarkan kita untuk saling bekerjasama dalam setiap lini kehidupan bermasyarakat.

Seperti halnya, penggambaran rebung yang tumbuh kuat dalam rumpunnya. Manusiapun tidak dapat hidup sendirian, kita adalah makhluk sosial.

Keseimbangan dan keharmonisan hanya dapat terwujud jika setiap anggota masyarakatnya menjalankan perannya masing-masing dengan baik. Saling mendukung dengan tetap berpegang teguh pada tradisi dan adat istidat yang berlaku pada komunitas Mandailing.

3. Burangir/Aropik: Simbol Kebijaksanaan Raja

Bolang di Bagas Godang: yakni Burangir / Aropik sebagai simbol kebijaksanaan raja.

Motif ornamen ini melambangkan pemimpin dan penjaga adat, bentuknya menyerupai tiang yang saling bersilangan membentuk garis bintang.

Burangir atau Aropik mencerminkan peran mereka sebagai penerang dan penuntun masyarakat. Nama “Burangir” tersebut mengambil dari daun sirih, yang memiliki makna penting dalam kehidupan tradisi masyarakat Mandailing dan Tapanuli Selatan.

Motif ini menggambarkan juga tentang pemerintahan. Bukan sekedar kekuasaan tapi juga pentingnya menjaga kebijakan yang berpihak dan rasa tangggungjawab segala tugas pimpinan.

Dalam kehidupan tradisi Mandailing, setiap keputusan yang prinsip dan besar, khususnya berkaitan dengan pelaksanaan upacara adat dan ritual, harus melalui perimbangan dan persetujuan raja serta Namora Natoras.

Mereka adalah sosok sosok yang bijaksana, berpengalaman serta paham terhadap nilai-nilai adat dan tradisi Mandailing. Sama halnya dengan daun sirih yang kerap ada dalam setiap prosesi ritual dan adat yang bermakna penghormatan dan keharmonisan.

Burangir mengajarkan bahwa kepemimpinan sejati bukan hanya soal memegang kendali, tetapi juga memastikan keseimbangan dalam hidup sosial.

Seperti sirih yang memberikan manfaat dalam banyak aspek kehidupan. Pemimpin adat harus mampu memberikan bimbingan yang menyejukkan, menuntun masyarakat dengan bijak, serta menjaga warisan budaya agar tetap lestari di tengah perubahan zaman.

4. Sipatomu-tomu: Simbol Keseimbangan Hak dan Kewajiban

Sipotomu-tomu adalah simbol keseimbangan hak dan kewajiban

Sipatomu-tomu merupakan salah satu ornamen yang terdapat pada bagian depan Bogas Godang. Motif ini melambangkan hubungan erat raja dan rakyatnya, mencerminkan keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat.

Bentuknya seperti segi empat yang berlapis-lapis, menyerupai Bandul na Opat, tetapi dengan pola yang renggang. Secara sepintas juga mirip dengan tulang ikan.

Kata “tomu” sendiri berarti “pertemuan” yang menggmbarkan ikatan kuat yang berbentuk kebersamaan dan keteraturan sosial. Dalam komposisi Bindu matoga Matogu, motif Sipatomu-tomu menempati posisi pada barisan ketiga dari bawah. Menunjukkan betapa pentingnya hubungan harmonis dalam menjaga tatanan adat dan tradisi.

Hubungan ini bukan sekadar aturan tertulis, tetapi sebuah ikatan sosial yang saling menguatkan, seperti lapisan dalam motif Sipatomu-tomu yang tersusun rapi dan saling mendukung.

Seperti pola segi empat yang tersusun dengan harmoni, kehidupan sosial akan tetap kokoh jika setiap elemen saling memahami dan menghormati satu sama lain.

Bersambung…

Ucapan terima kasih: tulisan ini merupakan bagian terkecil dari tulisan  Toyba Lubis1, Herlina2* Program Studi Sastra Batak, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang sudah dipublikasikan pada  Journal of Language Development and Linguistics (JLDL) Vol. 1, No. 1, 2022: 55-70.

 Juga terimakasih buat tulisan andreasmalango yang termuat dalam https://budaya-indonesia.org/BOLANG-Ornamen-Tradisional-Mandailing

2 Responses