
Antagonisme fordisme dan seni kerajinan
Seni Kerajinan dalam teori Fordisme mulanya merupakan ungkapan yang mengambil nama Henry Ford (Boyer & Orléan, 1991). Adalah konsep dalam model ekonomi dan sosial modern yang sangat tergantung pada produksi massal dengan penetapan pada standar tertentu.
Model ini implementasinya dari berbagai teori sosial dan studi manajemen produksi termasuk fenomena ekonomi lainnya.
Sebagaimana dengan prinsip yang berlaku, Fordisme lebih menekankan pada efisiensi dan homogenisasi produk. Ini juga kadang dipandang sebagai ancaman bagi seni kerajinan yang mengutamakan keunikan dan ekspresi inndividual.
Kenyataannya, pemisahan yang sangat simplimistis untuk pengrajin. Dalam sekian banyak penemuan sebelumnya mencatat kalau pengrajin tidak serta merta tereleminasi efek industrialisasi. Tetapi lebih akibat berlebihan memakai teknologi guna menambah daya produksi tetapi melalaikan nilai artistik.
Jadi tidak heran, merambah periode Arts and Crafts Movement (Malone, 2012) pada mula era ke-19. Berlangsung perlawanan pada industrialisasi yang dikira mengurangi mutu estetika serta keahlian manual.
Dengan begitu, ternyata menyanggah Fordisme dengan cara mutlak. Penyelesaian terbaik merupakan integrasi teknologi dalam seni kerajinan dengan senantiasa menjaga akar personalisasi serta ekspresi pribadi.
Baa juga : Mau Sukses Bisnis Kerajinan? Hindari 5 Kesalahan Fatal Ini
Post-Fordisme dan Era Ekonomi Digital
Seni Kerajinan dalam teori Fordisme. Dalam filosofi post-Fordisme, yang timbul sebagai jawaban kepada rigiditas Fordisme, personalisasi produk dan elastisitas pembuatan menjadi lebih menonjol.
Periode industri 4.0 bawa perubahan baru untuk seni kerajinan dengan timbulnya sistem just-in-time production, kustomisasi massal. Serta program ekonomi digital yang membolehkan pengrajin menjangkau pasar yang lebih besar.
Misalnya, teknologi pencetakan 3D saat ini membolehkan pengrajin untuk mencampurkan rancangan pedoman dengan teknik pembuatan digital. Menciptakan produk yang senantiasa istimewa namun lebih berdaya guna dalam skala produksi. E-commerce berlandaskan algoritma, semacam shopee ataupun tiktokshop, juga membuka akses langsung antara pengrajin serta konsumen tanpa perantara perusahaan besar.
Pemecahan yang dapat diaplikasikan dalam kondisi ini yakni. Pertama Mendesak pengrajin melakukan adopsi teknologi digital dalam konsep serta penciptaan tanpa kehilangan identitas seninya. Kedua Menggunakan ekonomi digital serta e-commerce guna menyebarluaskan produk seni ke pasar internasional. Ketiga, meningkatkan sistem penciptaan hybrid yang memadukan keahlian manual dengan kemampuan teknologi modern.
McDonaldisasi dan Tantangan Homogenisasi
Prinsip McDonaldisasi yang dikemukakan oleh George Ritzer menerangkan bagaimana homogenisasi produk lewat prinsip kemampuan, kalkulabilitas, prediktabilitas. Serta pengawasan yang berdampak pada bermacam zona, tercantum seni tradisional. Walaupun masih dalam banyak pandangan, alasan ini butuh pendalaman dengan memikirkan akibat positif globalisasi kepada seni kerajinan.
Di satu faktor, McDonaldisasi benar menekan standarisasi produk yang kurangi karakteristik ekspresi seni. Tetapi, di bagian lain, globalisasi juga menghasilkan pasar baru untuk produk btradisional serta berkearifan lokal. Misalnya, perusahaan fesyen internasional saat ini mulai mengadopsi slow mode, yang menekankan keberlanjutan serta karakteristik konsep berlandas kerajinan tangan.
Sebagai penyelesaian nyata, seni kerajinan bisa menjaga relevansinya dalam periode internasional. Pertama membuat ekosistem yang mengaitkan pengrajin lokal dengan pasar global. Memakai sistem perdagangan yang lebih seimbang (fair trade).
Kedua Meningkatkan model usaha dagang berlandas storytelling, di mana tuturan kebiasaan serta cerita dari tiap produk jadi bagian dari strategi penjualan.
Ketiga mendesak kerja sama antara pengrajin lokal dengan pengusaha internasional untuk menghasilkan produk yang senantiasa autentik namun mempunyai daya tarik menguntungkan yang lebih besar.
Seni Kerajinan dan Kapitalisme
Seni Kerajinan dalam teori Fordisme. Salah satu perspektif yang kerap diabaikan dalam dialog mengenai seni kerajinan. Serta ekonomi kreatif yaitu bagaimana sistem kapitalisme tetap jadi struktur penting yang menata pembuatan seni. Banyak pengrajin yang bekerja dalam bentuk gig economy, di mana mereka tidak mempunyai proteksi tenaga kerja yang memadai. Sedangkan produk mereka jual dengan harga besar oleh perantara ataupun merk besar.
Ekonomi kreatif, yang kerap dipandang sebagai penyelesaian pada industrialisasi, juga mempunyai perangkap tertentu. Banyak pelaku perusahaan yang memanfaatkan skema“ autentisitas” seni kerajinan tanpa betul- betul membagikan utilitas ekonomi untuk para pengrajin itu sendiri.
Pemecahan yang bisa praktikkan dalam konteks ini yaitu. Pertama Meningkatkan sistem ekonomi berlandas komunitas, di mana pengrajin mempunyai pengendalian lebih besar atas penyebaran serta harga produknya. Kedua Membuat koperasi pengrajin yang bisa mengatur harga dengan lebih adil kepada pasar internasional. Ketiga meningkatkan pembelajaran keuangan serta teknologi digitalisasi produk untuk pengrajin, supaya mereka tidak cuma jadi pekerja kreatif namun juga usahawan yang mandiri.
Keberlanjutan dalam Seni Kerajinan
Salah satu kelemahan mendasar dari Fordisme serta McDonaldisasi yakni invensi budaya mengonsumsi praktis yang kerap kali tidak memikirkan perspektif keberlanjutan. Seni kerajinan bisa jadi penyelesaian pada permasalahan ini dengan mendesak konsep slow consumption. Yang berpusat pada mutu, daya tahan, serta ketertarikan emosional antara produk dan pelanggan.
Dalam konteks keberlanjutan, sekian banyak tindakan yang dapat guna menguatkan posisi seni kerajinan yaitu. Kesatu mengenakan bahan baku yang lebih ramah lingkungan serta berkesinambungan dalam pembuatan kerajinan. Kedua menawarkan bentuk konsumsi yang lebih sadar akan dampak lingkungan. Di mana pelanggan terbawa guna lebih menghormati cara penciptaan dan nilai artistik suatu produk. Ketiga memadukan sistem daur ulang dalam seni kerajinan, alhasil penciptaan tidak cuma jadi ekspresi kebiasaan namun juga penyelesaian ekologis.
Menuju Masa Depan Seni Kerajinan yang Berkelanjutan
Ternyata melihat Fordisme serta McDonaldisasi sebagai ancaman mutlak, seni kerajinan bisa bertahan dengan mengadopsi teknologi. Mengembangkan bentuk bisnis yang lebih seimbang, serta mendorong mengonsumsi yang lebih sadar.
Dengan menguasai dinamika ekonomi internasional serta membuat ekosistem berlandas komunitas dan keberlanjutan. Seni kerajinan bisa senantiasa bertumbuh dalam lanskap ekonomi modern tanpa kehilangan nilai estetika serta ekspresi individualnya.
Integrasi teknologi dalam pembuatan seni kerajinan mengizinkan para pengrajin untuk lebih fleksibel. Dalam berkreasi tanpa kehilangan nilai estetika serta identitas budaya.
Dengan adanya pasar internasional serta ekonomi digitalm Mereka sekarang mempunyai kesempatan lebih besar untuk menjangkau pelanggan tanpa mesti bergantung pada industri besar.
Tidak hanya itu, pendekatan berbasis keberlanjutan serta pola mengkonsumsi yang lebih sadar mendorong terjadinya ekosistem ekonomi. Yang lebih kondusif, inklusif, serta mengarah pada masa depan.
Bacaan
Boyer, R., & Orléan, A. (1991). Les transformations des conventions salariales entre théorie et histoire : d’Henry Ford au fordisme. Revue Économique, 42(2). https://doi.org/10.3406/reco.1991.409277
Malone, C. (2012). The Art of Remembrance: The Arts and Crafts Movement and the Commemoration of the British War Dead, 1916-1920. Contemporary British History, 26(1). https://doi.org/10.1080/13619462.2012.656384
Tinggalkan Balasan