Batik Melayu Sumatera Utara: Karya Kreativitas Wahyu Tri

Bagikan ke
Batik Melayu Sumatera Utara: Karya Kreativitas Wahyu Tri

Batik Melayu Sumatera Utara adalah salah satu jenis batik yang menjadi ciri khas daerah sumatera utara. Namun kali ini adalah batik melayu dari kreasi pribadi saudara Wahyu tri Atmojo.

Sebuah pencapaian luar biasa, karena mampu menciptakan sebuah motif batik sekaligus di implemtasikan dalam bentuk kain.

Padahal biasanya manakala kita berbicara tentang batik. Mungkin sebagian besar dari pikiran kita langsung membayangkan motif atau corak khas Solo, khas Yogyakarta, atau jenis batik Pekalongan.

Namun, siapa mengira, kalau di balik hiruk-pikuk berbagaia karya kreatif seni visual Sumatera Utara. Tersembunyi sebuah potensi besar yang siap merebut perhatian: batik berornamen Melayu.

Inilah yang di angkat dengan sangat menarik oleh Wahyu Tri Atmojo dalam artikelnya, “Penciptaan Batik Melayu di Sumatera Utara”. Dalam Jurnal Seni & Budaya Panggung Vol. 23, No. 1, Maret 2013: 1 – 108

Layaknya sebuah karya seni batik, seperti membentangkan sehelai kain putih. Tri Atmojo perlahan-lahan menuangkan ide, inspirasi dalam bentuk motif kain batik.

Proses kreatif yang ia jalani untuk menghidupkan ornamen Melayu ke dalam bentuk batik. Yang segar dan fungsional itu di publikasikan dalam bentu artikel ilmiah.

Sepengetahuan saya, berbicara batik biasanya sangat minim kalau di daerah Sumatera, kecuali Kain tenun, ini mungkin di sana lebih popular.

Namun demikian berdasarkan pengamatan di lapangan. Bahwa implementasi ornamen tradisional etnik Melayu Sumatera Utara sebagai sumber budaya lokal masih terbatas pada bidang tertentu. Secara geografis keberadaannya masih bersifat lokal.

Artikel ini secara maksimal berupaya menjelaskan bagaimana menerapkan ornamen tradisional etnik Melayu. Ke dalam bidang seni kerajinan batik yang juga merupakan karya otentik dari motif yang Wahyu buat.

Menyulam Budaya ke Dalam Kain

Artikel ini membuka kisahnya dengan menggaris bawahi fakta penting: motif atau ornamen Melayu Sumatera Utara itu sangat kaya. Namun aplikasinya dalam beberapa karya kreatif seperti halnya dalma bentuk batik masih minim.

Kemampuan menelaah muatan lokal yang mengandung berbagai macam simbol tradisional tersebut.

Memberikan peluang untuk dapat terbangun landasan penciptaan yang tidak semata-mata mengubah yang sudah ada tetapi juga mempertimbangkan serapan lokal yang bernuansa global.

Dengan demikian akan muncul temuan-temuan bentuk yang kreatif dan inovatif. Yang memperkaya seni visual suatu daerah.

Berikut di kemukakan berbagai macam ornamen yang di miliki oleh etnik Melayu antara lain. Sinar matahari pagi, roda bunga, roda bunga dan burung, naga berjuang, roda sula.

Ada juga awan larat, jalajala, terali jantung, terali biola, pelana kuda kencana. Bunga matahari, tampuk pinang, genting tak putus, tumbuh-tumbuhan dan burung. Ricih wajid, dan pucuk rebung (Baginda Sirait, 1980 : 180-187, lihat juga Tengku Lukman Sinar, 2007: 15).

Padahal, sejak zaman prasejarah, manusia Indonesia telah terbiasa hidup berdampingan dengan ragam ornamen untuk memenuhi kebutuhan estetika.

Dengan ketajaman pandangannya. Tri Atmojo menggarisbawahi bahwa kekayaan ini tak seharusnya di biarkan hanya menjadi dekorasi diam di museum atau hiasan statis.

Ia mengusulkan sebuah transformasi kreatif: menghidupkan ornamen Melayu ke dalam karya seni batik. Yang tidak hanya indah, tapi juga menyentuh kebutuhan manusia modern.

Terutama dunia fashion!

Baca juga: Inovasi Motif Relief Candi: Peluang UMKM Batik Kontemporer

Dari Simbol Menjadi Gaya Hidup

Dalam proses penulisan artikel ini sekaligus penciptaannya, Tri Atmojo tidak sekadar mentransfer bentuk. Ia menyelami nilai dan makna-makna simbolis dari ornamen Melayu seperti awan larat, roda sula, tampuk pinang, seperti yang di sebutkan sebelumnya.

Hasil kreasi dan penciptaan batik Melayu tentu tidak semuanya di paparkan dalam artikel ini.

Akan tetapi hanya dua macam bentuk karya seni kerajinan batik yang di paparkan, yakni baju batik lengan pendek dengan motif awan larat dan sarung bantal kursi yang menggunakan motif roda sula dan motif tampuk pinang.

Wahyu Tri Atmojo dalam artikelnya, "Penciptaan Batik Melayu di Sumatera Utara

Masing-masing motif dipilih dengan pertimbangan estetis dan nilai filosofis yang terkandung di dalamnya. Dengan pendekatan ini, batik yang di hasilkan tidak hanya menjadi busana, melainkan juga narasi tentang identitas.

Dua produk utama yang dihasilkan. baju batik lengan pendek dan sarung bantal kursi — menjadi bukti nyata. Keduanya memadukan teknik batik tradisional (menggunakan canting dan lilin) dengan warna khas Melayu: hijau dan kuning.

Proses pewarnaan menggunakan napthol menunjukkan bahwa Tri Atmojo mengutamakan ketelitian teknis, bahkan hingga ke rincian formula pencampuran zat pewarna.

Yang menarik, pada sarung bantal kursi, di gunakan teknik tambahan berupa lilin parafin untuk menciptakan efek retak alami, menghadirkan nuansa rustic yang memperkaya visual karya.

Ini bukan sekadar improvisasi teknis, melainkan upaya sadar untuk menambah dimensi artistik pada batik Melayu kontemporer.

Membangun Industri Kreatif Berbasis Lokalitas

Lebih jauh dari sekadar pameran karya seni, Tri Atmojo membawa kita kepada wacana yang lebih besar: bagaimana batik Melayu bisa menjadi bagian dari industri kreatif yang menyerap tenaga kerja lokal dan memperkuat ekonomi berbasis budaya.

Ia meyakini bahwa penerapan ornamen Melayu dalam bentuk batik dapat menjadi pintu masuk untuk menumbuhkan rasa bangga terhadap budaya lokal, sekaligus memperluas peluang usaha.

Pendekatan penelitian yang ia gunakan — yaitu pengembangan (development research) — sangat strategis. Ia tidak hanya melakukan studi literatur, tetapi juga observasi langsung di lapangan, mengolah data ornamen tradisional menjadi desain yang inovatif dan fungsional.

Sumber daya budaya lokal berupa ornamen yang terdapat pada etnik Melayu Sumatera Utara merupakan aset yang layak untuk di pelihara dan di pertahankan.

Penerapan ornamen tradisional etnik Melayu Sumatera Utara ke dalam teknik batik merupakan usaha nyata untuk mempertahankannya.

Penciptaan batik di maksud di harapkan dapat membuka wawasan dan pengetahuan sebagai jawaban dari implementasi ornamen yang tidak hanya sekedar di manfaatkam untuk menghiasi sebuah benda tertentu.

Dengan demikian muncul karya seni kerajinan batik dengan corak dan gaya khas Melayu Sumatera Utara yang kecenderungannya memiliki dua macam warna yakni kuning (kuning muda dan tua) dan hijau (hijau tua dan muda).

Untuk peneliti selanjutnya

Secara keseluruhan, artikel ini sudah sangat kuat dan sangat menarik dari segi gagasan, metode, hingga implementasinya. untuk itu artikel ini bisa menginspirasi untuk peneliti berikutnya seperti:

Diversifikasi Produk

Akan lebih menarik bila peneliti berikutnya bisa mengembangkannya pada penciptaan selain batik dan busana Misalkan sarung bantal kursi saja.

Penelitia lainnya juga bisa mengeksplore pada aplikasi ke media lain seperti tas, sepatu, atau aksesori rumah tangga lainnya.

Ini akan menunjukkan bahwa dari tulisan ini, peneliti lainnya juga ikut mengembangkan batik Melayu dan memang benar-benar fleksibel dan bisa merambah gaya hidup modern.

Pendalaman Filosofis

Artikel ini menyebutkan beberapa makna simbolis ornamen, ini juga bisa menjadi inspirasi buat peneliti lainnya untuk meneliti lebih lanjut tentang makna filosofis dari berbega motif melayu di Sumatera Utara

Harapannya, setiap karya batik bisa menjadi “cerita berjalan” yang membawa nilai-nilai Melayu kepada siapa pun yang memakainya.

Strategi Branding dan Pasar

Buat kita yang konsern pada penelitian pemasaran, hal ini juga bisa menjadi inspirasi bagaimana strategi memperkenalkan batik Melayu ini ke pasar yang lebih luas, baik nasional maupun internasional.

Peluang riset yang menarik kan?

Penutup

Artikel ini adalah angin segar dalam dunia batik Indonesia. Ia mengingatkan kita bahwa kekayaan budaya lokal tidak akan bertahan dengan sendirinya

Karya seni dan budaya perlu di hidupkan, di terjemahkan, dan dikreasikan kembali agar tetap relevan.

Seperti halnya Lewat tangan-tangan kreatif Wahyu Tri Atmojo, kita diajak percaya bahwa masa depan batik Indonesia masih luas terbentang, dan Sumatera Utara kini turut mengambil bagian di dalamnya, lewat gemilang warna hijau dan kuning yang memesona.


Pengulas: Baso Marannu (pemerhati seni kerajinan Indonesia) owner pengembang website www.ragamhiasindonesia.id. saat ini sebagai peneliti Ahli Madya pada Pusat Riset Khazanah Keagamaan dan Peradaban – BRIN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *