
Inovasi Motif Relief Candi adalah salah satu alternatif yang dapat kita terapkan pada desain fashion. Termasuk kain batik versi kontemporer. menarik kan?
Rasanya cukup unik juga jika kita mampu mengeksplore motif-motif yang ada di candi yang sangat unik dan memiliki nilai eksotik. Kan banyak candi di Indonesia, terutama di daerah Jawa Timur.
Coba bayangkan, Saat kita membuka wawasan pengetahuan tentang kekayaan budaya Indonesia. Candi-candi kuno selalu menjadi saksi bisu sekaligus bercerita tentang nilai dalam kehidupan. Betapa tinggi nilai estetika dan spiritual masyarakat masa lalu.
Namun, Ada yang menarik untuk kita telisik lebih dalam di balik relief-relief candi itu. Terukir jejak inspirasi yang dapat kita temui dan mengalir hingga lebih jauh, termasuk ke kain batik kontemporer yang kita kenal hari ini?
Inovasi Motif Relief Candi. Inilah yang di ulas dengan cermat oleh T.M. Rita Istari seorang arkeolog dari Yogyakarta dalam artikelnya “Ragam Hias Non-Cerita pada Relief Candi untuk Perkembangan Motif Batik Kontemporer”. Di terbitkan di jurnal Naditira Widya Vol. 6 No. 1 tahun 2012.
Artikel ini sangat menarik, bahkan membuka mata kita tentang bagaimana kreativitas masa lalu tidak hanya berhenti pada ukiran batu. Tetapi saat ini justru terus bertransformasi dalam bentuk kain, warna, dan motif yang kita kenakan hingga kini.
Sebuah inspirasi dan mahakarya yang tetap memberikan kreativitas dan inovasi yang baru.
Baca juga: Rahasia Tenun Geringsing: Mengikat Kelangkaan Warisan Bali
Dari Relief Candi ke Kain Batik
Sejak zaman prasejarah, manusia Nusantara telah mengukir cerita dalam bentuk ragam hias.
Dengan masuknya pengaruh Hindu-Buddha, ragam hias pun berkembang. Bukan sekadar ornamen indah, tetapi simbol spiritual, lambang kepercayaan, dan penanda identitas budaya.
Itulah kelebihan yang di miliki oleh para pembuat candi atu karya seni pada zaman dahulu.
Mereka berkarya dengan memberikan value yang memiliki waktu yang panjang
Artikel Rita ini dengan alur yang runtut menjelaskan bagaimana ragam hias pada relief candi terutaama yang non-cerita (misalkan mahabarta dll).
Motif Non Ceirta yang di maksudkan Seperti bentuk geometris (tumpal, meander, pilin), bentuk flora (kalpataru, teratai), hingga bentuk fauna (gajah, burung garuda). Menjadi sumber inspirasi bagi motif-motif batik tradisional.
Bahkan motif batik klasik seperti Parang, Kawung, hingga Jlamprang, memiliki akar yang dalam dalam relief non-cerita di candi-candi seperti Borobudur, Prambanan, dan Plaosan.
Kategori Relief candi
Bangunan candi Hindu dan Buddha, sebagian besar mempunyai relief-relief yang dapat terkategorikan dalam tiga jenis (Simanjuntak 2008, 108-111) yaitu:
1. Relief Cerita (Naratif)
Jenis dalam stiap relief ini memvisualisasikan suatu bentuk cerita yang menggambarkan cerita keagamaan atau pun cerita yang bersifat pendidikan (Pada umumnya).
Cerita tersebut di pahatkan pada sejumlah panil yang kisahnya berangkai dari panil ke panil. Pembacaannya dapat searah jarum jam (pradaksina) atau pun berlawanan arah jarum jam (prasawya).
2. Relief Candrasengkala
Relief tersebut merupakan relief yang di gambarkan dalam bentuk figur-figur manusia, hewan atau makhluk mitologis yang harus di artikan dalam bentuk kalimat.
Kalimat yang terbentuk, mengandung arti angka tahun semua itu masih dapat kita lihat hingga saat ini.
3. Relief Non- Cerita
Relief jenis ini banyak ragamnya, di pahat pada bermacam bangunan.
Di gambarkan dalam bentuk simbol dari konsep agama tertentu, dan dapat di bagi menjadi: (a) Relief Hiasan Geometris (b) Relief Simbol Mitologi-Religius.
Berbagai Bentuk ragam Hias Nusantara
T.M. Rita Istari menggunakan gaya deskriptif-eksplanatif yang menarik untuk pembaca. Ia tidak hanya menguraikan data, tetapi membangun narasi yang membuat kita seolah berjalan di antara candi-candi tua, memperhatikan dengan seksama detail ukiran, lalu membayangkannya melebur menjadi corak batik yang kita kenal sekarang.
1. Ragam Hias Bentuk Geometri
- Tumpal, memiliki bentuk dasar bidang segitiga, berderet ke samping;
- b. Meander, merupakan hiasan pinggir yang bentuk dasarnya berupa garis berliku atau berkelok-kelok;
- c. Pilin, bentuk dasarnya merupakan garis lengkung spiral atau lengkung kait. Dapat di bedakan menjadi pilin tunggal yang berbentuk ikal, pilin ganda berbentuk dasar huruf S, dan pilin tegar yaitu bentuk ikal bersambung dan berganti arah;
- Swastika/Banji, memiliki dasar garis tekuk yang bersilangan mirip bentuk baling-baling dan swastika. Swastika adalah lambang bintang-bintang dan matahari;
- Kawung, dengan dasar berupa bentuk-bentuk lingkaran yang saling berpotongan berjajar ke kiri kanan atau ke atas bawah;
- Jlamprang, bentuk berupa lingkaran-lingkaran yang berjajar dan bersinggungan, di tengahnya terisi dengan pola-pola hias tumbuh-tumbuhan atau geometris;
- Kertas tempel, berupa pengulangan suatu pola tertentu, di gunakan untuk menghiasi bidang-bidang di bagian luar dinding (Hoop 1949, 26-91).
2. Ragam Hias Bentuk Tumbuh-tumbuhan
Bentuk tumbuh-tumbuhan merupakan ragam hias yang terdiri atas satu tangkai atau lebih dengan bunga-bunganya yang terstilisasi. Sehingga menghasilkan bentuk-bentuk tertentu menyerupai tangkai. Bentuk ini di sebut patra, yang dalam Bahasa Sansekerta berarti daun atau surat.
Fakta itulah mungkin yang menyebabkan hiasan patra selalu di lengkapi dengan daun-daun yang menjadi pokok variasi, meskipun daun itu sudah distilir dari bentuk aslinya.
3. Ragam Hias Bentuk Manusia
Tidak semua bagian tubuh manusia ditampilkan dalam seni hias, bagian tubuh yang sering dimunculkan adalah bagian muka. Pada masa Hindu-Buddha, muka ditampilkan pada ambang pintu, relung, dan jendela candi berupa kala. Kala diyakini mempunyai arti sebagai lambang penangkal segala sesuatu yang jahat.
4. Ragam Hias Bentuk Binatang
Sejak masa prasejarah, motif binatang sudah dikenal dan berkembang sampai pada masa klasik. Tujuan penggambaran binatang ini sebagai hiasan dekoratif dan naratif untuk cerita dengan tokoh binatang seperti cerita Jataka dan Tantri (Atmosudiro 2008, 177)
Kekuatan Utama Artikel Ini
Penulis juga menghubungkan konsep local genius. Tentang bagaimana masyarakat Nusantara mampu mengolah pengaruh budaya luar menjadi identitas baru. Sehingga batik kita bukan sekadar produk estetika, melainkan bukti kreativitas bangsa.
Artikel ini mengalir logis dari latar belakang, pembahasan ragam hias, transformasi ke batik, hingga contoh aplikasinya. Inilah yang membuat artikel ini saya rekomendasikan untuk kita baca.
Relevansi artikel untuk Kekinian: Membawa gagasan masa lalu yang tidak terpikirkan, yang justru untuk mendorong inovasi motif batik kontemporer, sehingga tetap berakar namun berjiwa baru.
Pengulas: Baso Marannu (pemerhati seni kerajinan Indonesia) owner pengembang website www.ragamhiasindonesia.id. saat ini sebagai peneliti Ahli Madya pada Pusat Riset Khazanah Keagamaan dan Peradaban – BRIN
Tinggalkan Balasan