Kekosongan keindahan berkaitan dengan budaya dan tradisi seni motif tradisional di berbagai daerah. Saat ini semakin berkembang seiring dengan kemajuan teknologi dan peningkatan wisata berbagai daerah.
Termasuk kerajinan tradisional dan kontemporer (modern) yang memiliki elemen etnik terus mengalami variasi dan modifikasi.
Pertanyaan sederhananya apakah variasi dan modifikasi terhadap karya seni berkaitan dengan motif tradisional akan menghilangkan makna dan simbol kebudayaan yang tereksploitasi secara berlebihan?
Secara pribadi, kegelisahan tersebut berdasarkan pada banyaknya kreasi. Modifikasi dan redesain terhadap produk motif tradisional dengan “serampangan” tanpa memikirkan makna dan tradisi yang harus tetap terjaga.
Komersialisasi, teknologi dan globalisasi menjadi ‘tameng’ alasan mengapa para kreator melakukan reproduksi karya tradisional yang terlalu berlebihan.
Bukan berarti kita membatasi kreasi anak bangsa. Tapi mempertahankan beberapa hal yang telah terjaga oleh generasi sebelumnya juga harus terawat secara baik (harus ada keseimbangan).
Terutama nilai-nilai tradisi dan budaya yang terkandung dalam setiap karya seni yang berkaitan dengan seni rupa tradisional.
Baca juga: Perebedaan motif dan ragam hias
Penghilangan Makna dalam Kekosongan Keindahan
Sadar atau tidak, teknologi dan komersialisasi produk tradisional perlahan membuat kita menghilangkan makna yang telah ada sejak dulu.
Pengaburan makna dan simbol budaya bisa jadi tanpa kita sadari, karena keasyikan mengkreasi dan merenovasi karya seni tanpa dasar.
Apalagi saat ini maraknya teknologi AI yang ada dalam berbagai bidang termasuk dalam bidang seni rupa terapan.
Memang tidak ada larangan untuk memodifikasinya, namun pengaburan makna ini akan memberikan resiko kekosongan keindahan kaitannya dengan menjaga marwah tradisi.
Walaupun orang menganggap bahwa keindahan itu relatif dan mampu menyesuikan diri dengan keadaannya dan situasi yang menggunakannya atau yang engapresiasi.
Namun komodifikasi motif tradisional dapat menyebabkan kehilangan identitas dan budaya historis
manakala nilai dasar budaya dan tradisi yang menjadi hak milik masyarakat setempat tidak kita hargai.
Penghargaan yang saya maksudkan adalah tetap menjaga prinsip tradisi dan kearifan lokal suatu daerah berkaitan dengan memproduksi sebuah karya.
Komersialisasi
Demi cuan..demi cuan… itulah yang biasa kita lihat dan kita tonton pada berbagai media sosial saat ini. Segala sesuatu selalu saja kita ukur dengan uang atau atas nama komersialisasi
Realitas ini memang tidak salah juga, jika ada nilai ekonominya, tapi tetap memikirkan sisi lainnya selain ekonomi, misalkan kearifan lokal.
Para kreator Konten Media sosial yang mempromosikan hasil produk ragam hias tradisional seharus juga memberikan kontribusi positif terhadap pengawalan nilai tradisi.
Jangan hanya karena mengejar adsanse dari tayangan di Tiktok atau youtube. Sehingga segala hal menghalalkannya tanpa menyadari dampak negatif dari sisi tradisi lokal.
Atas nama ‘ekonomi dan komersialisasi’ menyebabkan para pengrajin tergoda melakukan komodifikasi yang berlebihan.
Jadi bukan saja penikmatnya tapi pembuat karya seni terapan juga harus memahami bahwa tuntutan pasar yang berlebihan tidak harus mengikutinya tanpa kendali.
Pertimbangan untuk menjaga dan merawat motif Tradisional Indonesia harus menjadi tanggungjawab kita semua.
Apropiasi Budaya
Gejala secara umum apropiasi budaya adalah penggunaan motif tradisional tanpa memahami konteks dan maknanya. Termasuk tidak adanya izin dan pengakuan dari pemiliknya
Beberapa hal yang mungkin saja dapat terjadi jika apropiasi budaya keberadaannya tanpa kendali, seperti
Pertama penggunaan simbol-simbol religius atau spiritual tanpa pemahaman akan mengakibatkan hilangnya dasar spiritualitas yang selama ini terawat dengan baik oleh komunitas yang memilikinya.
Kedua adopsi pakaian, tarian, atau musik tradisional tanpa konteks menyebabkan kehilangan nilai histori dari karya tersebut
Ketiga hal lainnya dari apropiasi budaya menyebabkan penggunaan bahasa atau dialek tanpa pemahaman. Selanjutnya orang tidak lagi mengenal bahasa asli suatu daerah
Keempat efek dari aprosiasi budaya yang berlebihan tanpa kendali akan mengaburkan dan Pengambilalihan cerita, mitos, atau legenda dari suatu daerah.
Homogenisasi
Jika perkembangan komodifikasi motif tradisional melakukannya secara masif kemudian meninggalkan nilai tradisinya, maka kita akan kehilangan keunikan dan keberagaman lokal.
Motif tradisionall itu penting mempertahankannya namun sisi lain tetap kita mengikuti tren dan keinginan pasar. Dengan syarat tidak bisa membebaskannya begitu saja tanpa kendali.
Homogenisasi biasanya cenderung hadir mengikuti tren yang sedang gandrungi masyarakat, faktor ‘kesempatan’ menjadi pemicu lahirnya homogenisasi.
Jadi kesempatan untuk mengambil kuntungan sebanyak-banyaknya, kemudian menghilangkan keragaman dan keunikan lokal adalah cara yang kurang bijak.
Biarkanlah keragaman motif tradisional itu tetap ada dan abadi. Namun modifikasi juga tetap perlu penyesuaian diri dengan perkembangan selera para pencinta seni ragam hias motif Tradisionnal.
Melakukan Modifikasi dengan bijak untuk plestarian karya seni motif tradisional indonesia harusnya menjadi tanggungjawab kita bersama.
Solusi Tidak Meluasnya Kekosongan Keindahan
Kekosongan keindahan akibat komodifikasi motif tradisional dapat terhindarkan dengan melakukan beberapa hal berikut ini:
1. Perlu pengembangan dan Pendidikan Budaya bagi mereka yang terlibat secara langsung untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang makna dan signifikansi motif tradisional.
2. Perlu menerbitkan Regulasi untuk melindungi motif tradisional dari komodifikasi yang tidak tepat serta memberikan perlindungan yang pasti terhadap karya asli motif tradisional
3. Meningkatkan peran masyarakat dan adanya Kolaborasi: antara seniman, desainer, dan komunitas lokal untuk mengembangkan produk yang menghormati nilai-nilai budaya.dan tradisi di seluruh wilayah Indonesia
4. Pembuatan dokumentasi tentang motif tradisional untuk melestarikan warisan budaya dengan berbagai penjelasan sesuai dengan keasliannya, sehingga orang awampun dapat mengetahuinya secara jelas.
Pengulas: Baso Marannu, owner pengembang website RAHASIA (ragamhiasindonesia) saat ini sebagai peneliti Ahli Madya pada Pusat Riset Khazanah Keagamaan dan Peradaban – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)