Meraup cuan seni tradisional Indonesia. Sebuah tantangan baru yang semestinya dapat memanfaatkannya secara optimal oleh semua pengrajin dan seniman tradisional di Indonesia.
Beberapa kelemahan teknologi AI saat ini, menurut saya adalah ketidakmampuannya meniru hasil karya tradisional pada tiap-tiap daerah di Indonesia. Terutama yang memiliki etnik keunikan yang khas.
Karya seni terapan Toraja, Papua atau Maluku sehebat bagaimanapun Prompt AI yang mendefenisikan karya tersebut. Saya meyakini AI tetap saja tidak mampu menghasilkan seunik karya manusia.
Hal ini dapat nda buktikan, walaupun anda menggunakan berbagai jeni aplikasi AI pembuat gambar.
Mungkin saja karya AI itu lebih bagus, lebih teratur atau mungkin lebih rumit membandingkannya dengan buatan pengrajin tradisional. Tapi karakteristik dari masing-masing daerah sangat sulit menirunya, secanggih apapun prompt yang kita buat.
Baca juga: Perspektif Baru Ragam Hias: Dari Budaya ke Nilai Fungsional
Kesempatan Besar Meraup Cuan
.Meraup cuan seni tradisional Indonesia. Saya berani menjamin, bahwa karya-karya AI saat ini yang berseliweran di media sosial dengan berbagai kecanggihannya dan kecerdasaanya. Masih belum mampu menyamai karya manusia yang memiliki rasa, makna dan filosofi.
Banyaknya karya yang hasil buatan AI, Justru memberikan peluang bagi pengrajin dan seniman tradisional untuk meraih keuntungan.
Karakter dan model yang buatannya AI sangat mudah mengenalnya, mulai dari tokoh, model backgroundnya hingga warna-warna yang dominannya.
Saat ini banyak yang justru beralih untuk membeli karya pengrajin tradisional. Karena menurut mereka lebih berkarakter dan memiliki ’ruh’ yang mampu menghipnotis ketenangan atau kesejukan penikmatnya.
Bahkan, pada beberapa media sosial sangat laku menawarkan kerajinan tradisional tersebut, dari berbagai daerah di Indonesia. Inilah kesempatan untuk meraih cuan dari produk yang sebelumnya kurang mendapatkan perhatian dari pemerhati seni kerajinan secara lokal maupun internasional.
Mengolah seni murni menjadi seni terapan yang popular.
Meraup cuan seni tradisional Indonesia. Pada artikel sebelumnya, kita membicarakan pergeseran bentuk dari karya kerajinan yang berorientasi pada ‘makna’ ke ‘fungsi’
Maka berkaitan dengan ilmu pengetahuan posisi kerajinan tergolong dalam rumpun ilmu seni rupa mengkategorikannya sebagai karya seni terapan. Karena sifatnya yang sangat fungsional dan produksinya secara massal
Namun ada juga yang menggolongkan karya kerajinan sebagai seni murni, jadi ini juga tergantung dari pembuatnya.
Pada bagian ini, penilaian karya lebih berorientasi pada subyektivitas pembuatnya. Dikotomi antara pembuatnya sebagai pengrajin atau seniman sudah mulai blur atau tanpa batas.
Penyebutannya sebagai karya seni murni dengan catatan bahwa karya seni kerajinan tercipta hanya satu (tunggal) dan tidak berulang
Sementara karya kerajinan produksinya tidak tunggal dan biasanya berproduksi secara berulang. Selain itu kerajinan terapan pembuatannya dapat oleh siapa saja dan kapan saja sebagai seni terapan
Kategorisasi karya dan motivasi berkarya saat ini sangat sulit membedakannya jika hanya melihat dari visualisasi karya yang mereka hasilkan. Tanpa melibatkan pengrajin atau senimannya.
Bagi sebagian orang awam pemisahan seni murni dan seni terapan terkadang sulit membedakannya tanpa melihat secara utuh karya kerajinan tersebut. Juga harus menelusuri motif pembuatnya menghasilkan karya kerajinan.
Saya hanya ingin menggambarkan secara umum bagaimana pengrajin mengekspresikan karya-karya kerajinan yang kita temukan pada pasar kerajinan atau pusat oleh-oleh khas sebuah daerah.
Karya kebudayaan dalam bentuk kerajinan perlu mempertahankannya, nilai-nilai eksotis khas daerah juga perlu eksplorasi yang lebih kreatif.
Bukan sekedar fungsinya namun masyarakat juga ingin mengetahui makna terpendam kerajinan tradisional suatu daerah.
Tantangan idealisme dan nilai ekonomis
Kembali pada persoalan pembuatan kerajinan pada suku-suku etnik di zaman pra modern
Kenyataan yang tidak dapat memungkirinya bahwa dominan (walaupun tidak semuanya) idealisme karya hasil kerajinan tanpa mengikuti keinginan pasar (tren) maka akan tertinggal.
Kita menyadari bahwa mereka sebagai pengarajin atau seniman tradisional bisa saja berkarya sesuai dengan pakem dan idealisme yang selama ini mereka anut. Namun mereka juga butuh uang untuk kehidupan mereka.
Manakala hal ini pertentangannya antara idealisme dan ekonomi, tentu untuk jangka panjangnya mereka butuh kehidupan yang lebih baik dan lebih layak.
Pada masyarakat adat suku asli di suatu daerah tertentu di Indonesia, pembuatan kerajinan belum berpikir bahwa kerajinan tersebut dipandang sebagai nilai ekonomis.
Karya seni tradisional lebih banyak mengaitkannya dengan nilai-nilai agama, ritual adat, tradisi dan kebudayaan suatu daerah tertentu.
itulah sebabnya mengapa ada karya-karya suku etnik tertentu menganggap bahwa karya buatan tangan mereka memiliki nilai-nilai magis. Hanya ini saja yang kadang membuat mereka bertahan, namun desain atau kreativitas yang dimiliki terkadang jauh tertinggal.
Di era digital saat ini, mungkin makna filosofi, sebuah karya kerajinan tidak menjadi bagian penting untuk sebagian orang, terutama generasi Z yang lebih memandang suatu karya dari fungsinya.
Ketika mereka ingin membeli hasil karya kerajinan tradisional, bagi konsumen milenial saat ini yang penting harga yang menawarkan secara wajar dan unik saja. kalau perlu murah, kemudian booming di media sosial, dan mendapat tanggapan positif berbagai media digital mainstream
Berkaitan dengan makna filosofi, nilai kearifan lokal yang mengikuti karya kerajinan tersebut tidak terlalu mempersoalkannya.
Inilah tantangannya!
Meraup Cuan dari Kelemahan teknologi AI
Saya tahu, mungkin dari sekian pambaca artikel ini sudah tahu atau bahkan pengagum berat gambar yang pembuatannya melalui aplikasi AI.
Namun perlu Anda sadari bahwa kecanggihan AI saat ini dan mungkin masa-masa yang akan datang keterlibatannya semakin besar. Juga memberikan peluang bagi pengrajin lokal yang konsisten merenovasi dan meredisain karya radisional tanmpa kehilangan makna dan tradisi mereka.
Peluang mendapatkan cuan, bukan hanya milik mereka yang tahu memanfaatka kecanggihan AI. Tapi mereka yang secara sadar dan konsisten mengawal budaya dan tradisi juga akan tetap mendapatkan peluang yang sama.
Hanya aja perlu kerja keras dan membutuhkan kreativitas tingkat tinggi. Peran pemerintah Indonesia untuk memberikan pelatihan atau pendampingan bagi pengrajin dan seniman lokal yang serius mengawal budaya dan tradisi daerah di Indonesia.