Merayakan Warisan Nusantara Dari Busana. Hingga Arsitektur adalah suatu yang penting selalu di rawat agar nggak lenyap dari peradaban kreativitas.
Budaya Indonesia tak pernah kehabisan cara untuk tampil relevan dan memesona di tengah arus modernitas.
Dari kain tenun ikat Sumba yang d olah menjadi busana siap pakai nan elegan. Hingga ornamen tradisional Minangkabau yang mempercantik dekorasi pelaminan.
Warisan leluhur terus hidup dalam bentuk-bentuk baru yang lebih dekat dengan generasi masa kini.
Tak ketinggalan, Rumah Gadang sebagai simbol arsitektur ikonik dari Minangkabau, tidak hanya menyimpan filosofi mendalam. Tapi juga menjadi inspirasi visual yang kuat dalam desain dan budaya populer.
Ketiga wujud ini memperlihatkan bagaimana gaya, tradisi, dan arsitektur lokal bisa saling menyapa dan berpadu, menciptakan harmoni yang kaya dan membanggakan.
Baca juga: Misteri Kerajinan Topeng: di Balik Raut Yang Membisu
Inspirasi Tenun Ikat Sumba Pada Busana Ready-To-Wear
Pernah nggak sih kamu lihat motif-motif keren di kain tenun khas Indonesia, terus kepikiran, “Wah, ini kalau di bikin jadi desain baju modern pasti kece banget!” Nah, itulah awal mula ide seru dari penelitian ini.
Jadi, bayangkan perpaduan antara kekayaan budaya tenun ikat hinggi khas Sumba yang super unik dengan sentuhan matematika visual ala M.C. Escher—iya, seniman legendaris itu yang jago bikin ilusi optik dan pola-pola simetris yang bikin mata nggak bisa berhenti ngelihat.
Penelitian ini ngajak kita menyelami bagaimana sih motif tenun ikat yang tradisional itu bisa ‘tersulap’ jadi motif modern untuk busana ready-to-wear alias siap pakai.
Tapi bukan sembarang sulap, karena prosesnya pakai teknik tessellation alias pengulangan pola tanpa celah—dan ini bukan cuma buat estetika, tapi juga ada hitung-hitungan matematisnya, lho!
Lanjut ke proses eksperimen
motif-motif yang udah di olah itu di buat secara digital. Nah, di sinilah teknologi dan tradisi bersatu. Motif-motif tadi diaplikasikan lewat surface design, alias desain permukaan kain, menggunakan teknik digital printing dan aksen bordir.
Hasil akhirnya bukan cuma sekadar kain, tapi udah jadi baju ready-to-wear yang kece banget, khusus buat pria.
Teknik Escher yang awalnya cuma di kenal di dunia seni rupa Barat ternyata bisa banget di pakai buat mengangkat motif lokal Indonesia biar makin dikenal luas. Bahkan, potensi teknik ini masih luas banget untuk terus di eksplorasi dengan inspirasi budaya lain.
Merayakan Warisan Nusantara. Jadi, kalau kamu penasaran kayak apa sih rupa baju dengan motif tenun Sumba ala Escher itu, dan gimana proses kreatif di baliknya, langsung aja intip jurnal lengkapnya.
Siapa tahu kamu jadi terinspirasi buat bikin karya serupa atau bahkan kolaborasi lintas budaya lainnya. Dunia desain itu luas, dan penelitian ini ngebuktiin kalau tradisi dan inovasi bisa banget jalan bareng. Keren, kan?
Nama jurnal: CORAK Jurnal Seni Kriya Vol. 10 No.1, Mei-Oktober 2021
Judul artikel: PENGOLAHAN MOTIF MENGGUNAKAN TEKNIK ESCHER DENGAN INSPIRASI TENUN IKAT SUMBA PADA BUSANA READY-TO-WEAR
Penulis : Jeremi Samuel (Telkom University, samuel.jeremi@gmail.com, samueljeremi@student.telkomuniversity.ac.id, 0895810483900) Morinta Rosandini
(Telkom University, morinta.rosandini@gmail.com, morintarosandini@telkomuniversity.ac.id, 082116610768)
Ornamen Tradisional Minangkabau Untuk Dekorasi Pelaminan
Siapa sangka, ukiran-ukiran tradisional Minangkabau yang dulu cuma bisa kita lihat di Rumah Gadang, kini udah tampil glow up jadi bagian penting dari dekorasi pelaminan adat Minang!
Yap, tradisi itu ternyata bisa banget nyambung dengan tren masa kini – dan itu semua jadi fokus utama dari penelitian yang satu ini.
Ceritanya di mulai dari dua kota: Pariaman dan Padangpanjang. Di sanalah para peneliti mengamati langsung bagaimana motif-motif klasik khas Minang di olah ulang untuk menghiasi pelaminan adat.
Tapi tenang, ini bukan sekadar “copas” budaya lama. Ini soal bagaimana warisan leluhur di poles dan di kemas ulang agar tetap relevan, praktis, dan tentunya tetap indah di mata.
Nah, motif yang di bahas bukan motif sembarangan. Ada nama-nama yang mungkin terdengar asing buat sebagian dari kita, tapi justru punya makna mendalam.
Sebut saja Kaluak Paku, Itiak Pulang Patang, Aka Cino Sagagang, Saik Ajik, Pucuak Rabuang, dan Siriah Gadang. Masing-masing bukan hanya sekadar ornamen hias, tapi juga membawa filosofi hidup dan nilai estetika yang kental.
Yang bikin menarik
motif-motif ini nggak lagi di pahat di kayu berat seperti zaman dulu. Sekarang, bahan yang di gunakan lebih ringan dan fleksibel, kayak karet spon misalnya.
Teknik pembuatannya juga udah beradaptasi, dari mulai teknik sayat sampai teknik toreh.
Semua itu di lakukan biar hasil akhirnya lebih praktis, gampang diaplikasikan di berbagai media, dan pastinya tetap memesona di atas pelaminan.
Merayakan Warisan Nusantara. Lalu, apa sebenarnya fungsi ornamen-ornamen ini di dunia pernikahan? Lebih dari sekadar hiasan, mereka jadi simbol identitas budaya.
Mereka memperkuat ciri khas pelaminan adat Minang, memberikan nuansa sakral sekaligus mempercantik suasana.
Bayangin aja, pasangan pengantin duduk di pelaminan yang penuh ornamen penuh makna – seolah-olah mereka di balut oleh sejarah dan warisan budaya yang hidup.
Nama Jurnal : CORAK Jurnal Seni Kriya Vol.10 No.2, November 2021 – April 2021
Judul Artikel : UKIRAN ORNAMEN TRADISIONAL MINANGKABAU UNTUK DEKORASI PELAMINAN
Penulis : Nofrial nofcraft@gmail.com, 081363457183)
Purwo Prihatin. purwoprihatin@yahoo.co.id, 081374117826)
Marten Agung Laksono.martenal99@gmail.com, 085263310440)
Rumah Gadang sebagai ikon dari suku Minangkabau
Bayangin kalau kamu lagi jalan-jalan ke Sumatera Barat, lalu di hadapanmu berdiri megah sebuah rumah dengan atap bergonjong tajam bak tanduk kerbau. Ya, itulah Rumah Gadang, ikon dari suku Minangkabau yang bukan cuma cantik dipandang, tapi juga penuh makna dan filosofi kehidupan. Nah, dari sanalah cerita ini bermula.
Suku Minangkabau punya cara unik dalam memandang hidup. Buat mereka, hidup itu bukan sekadar urusan manusia sama manusia, tapi juga tentang hubungan dengan alam dan Sang Pencipta. Semua itu mereka tuangkan dalam berbagai aspek kehidupan—termasuk lewat motif-motif hiasan (ragam hias) di rumah adat mereka.
Merayakan Warisan Nusantara. Sayangnya, nilai-nilai budaya ini mulai tergerus zaman. Anak-anak zaman sekarang lebih kenal karakter kartun luar negeri ketimbang kekayaan budaya sendiri.
Maka muncullah penelitian ini: gimana kalau filosofi Rumah Gadang itu kita ‘kemas ulang’ dalam bentuk mainan anak yang edukatif dan menyenangkan?
Hasilnya? Sebuah rancangan mainan rumah adat yang bukan cuma lucu dan menarik buat anak-anak, tapi juga menyimpan pesan budaya yang dalam. Mainan ini bukan cuma buat main, tapi jadi pintu masuk untuk mengenal dan mencintai budaya Indonesia—khususnya warisan Minangkabau.
Penelitian ini juga sejalan banget dengan semangat Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan No. 5 tahun 2017, yang menekankan pentingnya melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan budaya lokal.
Tiga aspek yang jadi fokus dalam riset ini, adat istiadat, pengetahuan tradisional, dan permainan rakyat—dipadukan secara apik lewat desain mainan edukatif berbasis budaya.
Jadi, kalau kamu peduli sama kelestarian budaya dan pengen generasi muda tetap terkoneksi dengan akar tradisinya, penelitian ini adalah bacaan wajib.
Serius, keren banget gimana para peneliti mengubah filosofi yang rumit jadi sesuatu yang bisa di mainkan, di raba, dan di pelajari oleh anak-anak—tanpa bikin mereka bosan.
Nama Jurnal : KELUWIH: Jurnal Sains dan Teknologi, Vol.3(2), 83-89, Agustus 2022
Judul Artikel : Stilasi Ragam Hias Rumah Gadang untuk Produk Playset Rumah Adat
Penulis : Brian Kurniawan Jaya
Tinggalkan Balasan