Peran Konten Kreator: Promosi Kerajinan Khas Suku Dayak

Bagikan ke

Hal-hal yang berkaitan dengan Peran konten kreatir lokal yang mengglobal acapkali di kaitkan dengan ikon negara. Di mana pada masa kini. Setidaknya terdapat ikon baru keindonesiaan kita setelah di bentuknya Ibukota Nusantara (IKN) yang di pindahkan ke Kalimantan Timur . Termasuk potensi pariwisatanya (Mardika, 2019).

Sebagaimana mahfum di ketahui. Bahasa identitas lokal yang memiliki etnis yang paling banyak di daerah IKN dan sekitarnya adalah suku Dayak (Effrata, 2021) (Santi, 2021) (Sia & Yunanto, 2019). Sehingga eksplorasi kerajinan lokal dalam kaitannya dengan pengembangan kreator konten kerajinan dapat di mulai dengan melakukan identifikasi dan pengembangan dengan melihatnya pada dinamika kerajinan lokal khas suku Dayak di Kalimantan Timur.

Hal inilah yang kemudian di jadikan pintu masuk pengembangan poros ekonomi berkearifan bottom up sehingga mereka dapat menjadi tuan rumah di pasar IKN yang ke depan di proyeksikan menjadi sasaran utama pengembangan ekonomi global Indonesia.

Bahkan bisa menangkap peluang besar potensi wisatawan yang akan datang ke IKN dengan mungkin turut serta sebagai konten kraetor dadakan ketika misalnya mereka dengan anggun memamerkan produk kerajinan khas suku Dayak di akun-akun sosial medianya dengan ragam hashtag yang boleh jadi menjadikan kerajinan itu sebagai objek utamanya.

Baca juga: Kebohongan Algoritma Media Sosial

Peran konten kreator ketika orang mengunjungi suatu daerah wisata

Potensil promosi di berbagai media

Hal ini sangat potensial menjadi pintu masuk promosi wisata IKN yang berbasis lokalitas (Uhai, 2021). Sebab para wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah.

Selain menikmati keindahan alamnya (Astiti, 2015) atau mencari sajian kuliner tradisionalmya (Palabiran et al., 2016). Pada sisi lain biasanya yang menjadi perhatian adalah barang-barang kerajinan khas suku Dayak (Meutiya, 2020) yang kemungkinan tidak di temukan di daerah lainnya (Ashita et al., 2017).

Peran kreator konten untuk mempromosikan hasil kerajinan khas suatu daerah tentu sangat beragam. Mulai dari bentuk. Ragam hias dan desain yang di tawarkan, keunikan inilah yang menjadi salah satu daya tarik pengunjung atau wisatawan lokal maupun asing mengunjungi suatu tempat.

Melalui kreativitas konten kreator sekaligus melestarikan kerajinan-kerajinan yang di buat oleh masyarakat. Dengan tetap menjaga budaya dan tradisi para pengrajian tradisional.

Kerajinan tradisional pada awalnya merupakan instrumen penunjang aktivitas kegiatan masyarakat yang penuh dengan berbagai makna filosofis yang sudah merupakan tradisi dari warisan leluhur yang harus di patuhi oleh untuk mendapatkan pengakuan identitas anggota komunitasnya.

Sesuai dengan tingkat atau klasifikasi strata anggota komunitasnya (mis. Kepala adat, kepala suku, tokoh agama/spiritual, pejuang/pelindung, anggota komunitas biasa. Atau berdasarkan konsep gendernya serta persepsi dengan alam dan bumi)  yang berlaku di masing-masing komunitas.

Perubahan konsep dan keinginan seseorang dalam membuat karya kerajinan

Kerajinan bernilai ekonomi lebih baik

Sehingga pada kondsi tersebut, masyarakat adat asli, belum berpikiran bahwa kerajian tersebut dipandang sebagai nilai ekonomis. Tetapi lebih banyak dalam kaitan dengan nilai-nilai agama, tradisi dan kebudayaan.

Kemudian sejalan dengan perubahan waktu dan transformasi nilai dan pemaknaan. Produk-produk/asesoris tersebut kemudian di bahasakan sebagai kerajinan tradisional yang bernilai ekonomis. Bahkan sudah ada transformasi dari tradisi budaya lokal ke tradisi budaya dan agama masyarakat lokal ke ruang  budaya dan agama digital

Posisi kerajinan pada Karya Seni Rupa di antara Seni Murni dan Seni terapan

Perkembangan teknologi dan media sosial saat ini, menjadikan teknologi dan kehidupan manusia tidak lagi bisa di pisahkan (Hermawan, 2018). Bahkan hampir seluruh hajat hidup manusia selalu ada teknologi. Dan semakin berkembang dari tahun ke tahun yang berdampak pada semakin berkembangnya tapent kreator konten (Maeskina & Hidayat, 2022).

Pada satu dekade sebelumnya, media sosial hanya berkutat pada twitter, facebook dan youtube menjadi platform dominan yang di gunakan untuk menginformasikan sesuatu. Baik itu hanya sekadar mengabarkan tentang kegiatan pribadi atau dimanfaatkan untuk berbisnis (Mileros et al., 2019). Walaupun ada fenomena tingkat kejenuhan para kreator konten terhadap konten yang menghiasi media sosial (Kwon et al., 2021)

Perkembangan berikutnya di flatform digital, hadir Instagram (Sundawa & Trigartanti, 2018). TikTok (Rach, 2021), dan lain sebagainya yang menjadikan media sosial semakin beragam pilihannya.

Perkembangan tersebut tidak lepas dari peran para kreator konten (Larasati et al., 2021), kreator konten youtube (Buf & Ştefãniþã, 2020) yang mengisi dan menampilkan ide kreatifnya dalam bentuk konten. Baik yang bersifat mendidik ataupun sekadar hiburan (Lois & Candraningrum, 2021) (Gardner & Lehnert, 2016).

Potensi ini perlu dimanfaatkan secara optimal untuk mempromosikan hal-hal yang berkaitan dengan produk kreatif (Praswary & Darma, 2021). Peningkatan algoritma konten yang ditampilkan (Glotfelter, 2019). Khususnya produk-produk yang lahir dari entitas masyarakat lokal sebagai manifestasi identitas kebangsaan dan keindonesiaan.

Pengarusutamaan konten kreator

Oleh karena itu, mengajak dan mengarusutamakan konten yang lebih peka kultur adalah kebutuhan besar bangsa dan UMKM di tengah maraknya produk global yang coba merajai pasar (Budiyanto et al., 2019) (Rezekiah et al., 2021).

Sehingga memaksimalkan peran aktif para kreator konten itu untuk mengkreasikan tema kontennya yang berkaitan langsung dengan kerajinan khas Indonesia perlu di lakukan dengan bijaksana (Wahdina et al., 2021).

Hal ini dapat di mulai dengan memilih salah satu suku di Indonesia yang memiliki karakteristik kearifan dan kerajinan lokal sebagai bagian dari ekonomi kreatif  (Cahyadi et al., 2020) bisa di kembangkan dan mengisi pasar global yang sedemikian luas itu (Shyafary et al., 2019).

Berbagai jenis kerajinan yang kita temukan di Kalimantan Timur mulai dari manik-manik (Rachman & Julianur, 2020)  (Diana et al., 2019), batu permata (Ayuni & Kurniawan, 2020), kerajinan rotan, sarung khas Samarinda (Rifayanti et al., 2019) (Kholis, 2017) dan lain sebagainya.

Namun ada perbedaan yang unik dari karya kerajinan suku Dayak, dari beberapa jurnal yang menyebutkan bahwa kerajinan khas sku dayak, bukan sekedar memproduksi hasil karya kerajinan radisional, tapi ada nilai-nilai, mistis, budaya dan tradisinya juga di libatkan dalam proses berkarya, inilah yang menarik untuk di perkenalkan oleh kreator konten melalui media sosial diberbagai platform digital.

Mengenal suku Dayak

Suku Dayak sebagai salah satu suku asli di Kalimantan Timur (Darmadi, 2016) tentu harus tetap di jaga dan di rawat budaya dan tradisinya (Mayasari et al., 2014) (Devanny Gumulya & Fenny Meilani, 2022). Sehingga pada sati sisi tetap mengikuti perkembangan teknologi yang berkembang saat ini. Namun di sisi lain tradisi yang selama ini mereka pertahankan turun temurun tetap harus terjaga

Posisi Kalimantan timur sebagai Ibukota Negara Negera, mengusung konsep smart city (Sugiarto, 2022), (Bappenas, 2020). Dengan mengedepankan pelayanan berbasis teknologi harus di dukung oleh masyarakat Kalimantan Timur.

Namun tanggungjawab untuk tetap mempertahankan budaya dan tradisi masyarakat sekitar termasuk suku Dayak juga penting kelola secara baik. Jangan hanya karena tuntutan pembangunan dan teknologi justru masyarakat sekitar Ibu Kota negera di antaranya suku Dayak tersisihkan.

Kreator konten di Kalimantan Timur secara umum di harapkan menjadi pengarusutamaan memperkenalkan karya kerajinan yang berkearifan lokal suku Dayak. Sehingga sumber daya manusia berkaitan dengan ekonomi kreatif yang di hasilkan juga ikut berkembang. Inilah yang mendasari mengapa kerajinan tradisional suku Dayak yang di jadikan lokus penelitian. Termasuk peran aktif  pengarusutamaan kreator konten mempromosikan karya kerajinan suku Dayak yang unik. 

Hasil-Hasil Penelitian sebelumnya

Suku asli Di Kalimantan, yaitu Melayu, Dayak, Banjar, Kutai, Paser, Berau, dan Tidung. Menurut sensus Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia 2010, suku bangsa yang ada di kalimantan dibagi menjadi tiga, yaitu suku Banjar, suku Dayak Indonesia, dan suku asal Kalimantan lainnya (non Dayak dan non Banjar). Meski ada beberapa suku adat yang tinggal di pulau Kalimantan, yang paling mendominasi adalah suku Dayak.

Suku Dayak berasal dari semua lima provinsi di Kalimantan yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.  Suku Dayak sendiri memiliki 6 rumpun yaitu Rumpun Klemantan, Rumpun Apokayan, Rumpun Iban, Rumpun Murut, Rumpun Ot Danum- Ngaju, dan Rumpun Punan.

Rumpun Dayak Punan adalah suku Dayak yang paling tua mendiami pulau Kalimantan. (Faqihah M Itsnaini, 2021), dalam penelitian ini, lebih menitikberatkan pada suku Dayak yang menghasilkan kerajinan tanpa melihat dari rumpan suku Dayak.

Fokus riset ini, kerajinan tradisional khas suku Dayak yang di pilih adalah kerajinan yang berbahan dasar manik-manik, dengan berbagai ragam kreativitasnya.

Kerangka konseptual yang menghubungkan konten kreator yang berkembang saat ini diberbagai flatform media sosial dengan kerajinan khas suatu daerah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *