Ragam Hias Tradisional Terancam? Sebagai Budaya Indonesia

Ragam hias tradisional terancam? Sebagai budaya Indonesia

Ragam Hias tradisional terancam? padahal Bangsa Indonesia dari dulu hingga saat ini sangat terkenal dengan keanekaragaman seni dan budayanya.

Salah satu dari karya seni yang terkenal di manca negara adalah keragaman produk seni yang memiliki ragam hias tradisional.

Setiap karya seni terapan yang oleh seniman dan pengrajin tradisional di Indonesia. Selalu mencerminkan tentang kearifan lokal, filosofi kehidupan serta identitas suatu komunitasnya.

Namun realitasnya, keidahan dan estetika serta keunikan yang terkandung dalam setiap karya seni terapan, peestarian ragam hias tradisional di indonesia. Saya anggap masih jauh dari kata’ideal’.

Mengapa saya katakan demikian, karena masih banyak motif tradisional pengdokumentasiannya yang belum optimal, baik cetak maupun secara digital. Inilah yang harusnya menjadi perhatian serius sehingga apa yang kita khawatirkan terkait mempertahankan keberlangsungan warisan budaya.

Baca juga : Ancaman Ragam Hias Tradisional Pada Era Artificial Intelligence

Meningkatkan Sistem Dokumentasi Karya Seni Terapan

Ragam Hias tradisional terancam? Menurut saya pribadi, salah satu faktor pemicu lemahnya pelestariaan hasil seni ragam hias tradisional. Karena minimnya sistematika dokumentasi yang konferensif dan mampu merawat dan memberikan perlindungan terhadap hasil karya pengrajin di Indonesia.

Kita ketahui bahwa masih banyak karya seni tradisional (baca: ragam hias tradisional). Cara mewariskannya secara lisan terutama kaitannya dengan filosofi dan makna dari ragam hias tersebut. Seharusnya juga menyertainya dengan pancatatan yang memadai dan fleksibel dari semua media.

Hal ini harus terdorong untuk melakukakannya. Jika tidak maka akibat terburuknya adalah para generasi terutama pengrajin dan seniman yang berkutat dengan ragam hias dapat berkurang atau bisa saja malah punah. Hal ini berakibat motif-motif tradisional khas Indonesia akan hilang tanpa jejak.

Perubahan zaman yang semakin hari semakin modern dan serba teknologi membuat generasi saat ini. Terutama Gen Z atau Gen Alpha yang ada saat ini minatnya terhadap seni ragam hias tradisional sangat menurun.

Mengapa demikian, karena mereka yang saat ini sebagai generasi digital yang lebih tertarik dengan seni popular. Yang mereka anggap lebih relevan dengan kehidupan mereka saat ini.

Berkaitan dengan hal tersebut. Sebenarnya pemerintah atau lembaga terkait dengan pengembangan seni terapan di Indonesia (Kementerian Kebudayaan). Mungkin saja sudah melakukan berbagai upaya pelestarian da perlindungan terhadap karya tradisonal, seperti kegiaan festival budaya, pameran dan lain sebagainya.

Namun prediksi awal, mungkin saja kegiatan tersebut masih bersifat seremonial dan tindak lanjutnya yang masih terbatas.

Selain itu. Saat kini sangat kurang integrasi pelestarian seni rupa terapan. Khususnya pengembangan motif ragam hias tradisional pada pendidikan formal, dan ini juga tidak membantu pelestarian budaya kita.

Jika ini berlangsung secara terus menerus. Terkait kurangnya pengenalan seni terapan ragam hias tradisional maka generasi muda akan kehilangan ikatan emosional pada karya budaya asli Indonesia

Jembatan Tradisi dan Modernitas

Ragam Hias tradisional terancam? Seni industri kreatif seharusnya menjadi pelopor dan menjembatani karya tradisional dengan karya modern. Termasuk mengoptialkan pemanfaatan berbagai macam ragam hias indonesia.

Saat ini, banyak pelaku industri termasuk yang berkaitan dengan ragam hias lebih memilih desain yang global atau yang modern. Menganggapnya lebih komersial membandingkannya dengan desain-desain lokal yang sebenarnya lebih banyak dan kaya akan makna.

Justru dengan melakukan inovasi yang tertepat. Motif dan ragam hias tradisional itu dapat teradaptasi menjadi produk modern yang besar peminat pasar. Sekaligus menjadi media pelestarian yang efektif hanya saja. Banyak pelaku pelaku industri kreatif yang belum mau optimalkan ragamnya khas tradisi indonesia.

Dengan hal demikian, maka sebenarnya pelestarian ragam hias terutama yang motif tradisional. Bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau komunitas budaya semata. Tapi kita perlu melibatkan beberapa generasi generasi muda yang masih fresh pemikiran desainnya. Kemudian bisa mengkritik karya karya tradisional yang bisa akrbab dengan generasi sekarang.

Mengajarkan digitalisasi secara kreatif

Langkah kongkrit yang dapat berdampak besar sebenarnya mulai mengajarkan digitalisasi motif tradisi yang khas ya! Bukan menggunakan AI. Tapi benar benar mendigitalisasi motif mengenalkan rakam hias. Melalui media sosial hingga integrasi dalam kurikulum pendidikan inilah yang penting ada agar ragam hias dapat terus bertahan.

Hal ini tidak melakukannya secara serius dan berkelanjutan. Bisa saja kita akan kehilangan sebuah identitas budaya, terutama berkaitan dengan pengembangan industri kreatif ragam hias tradisional di indonesia.

Melestarikan ragam hias tradisional bukan sekedar menjaga motif motif kuno. Kemudian harus selalu demikian sesuai dengan pakemnya tapi juga menjaga nilain-nilainya. Maknanya kemudian bagaimana kita menjaga juga sejarah dan jati diri bangsa yang tertuang dalam karya seni ragamias indonesia.

Maka dari itu sudah saatnya, sekarang kita semua elemen masyarakat bersinergi untuk mengembangkan dan menghidupkan kembali warisan budaya termasuk ragam karya karya kreatif tradisional yang sudah mulai terlupakan oleh generasi saat ini.

Hal ini untuk menjaga agar generasi yang generasi set generasi alpa saat ini tidak kehilangan jejak warisan leluhurnya di masa yang akan datang.

Mengapa generasi muda kurang tertarik mempelajari ragam hias tradisional?

Ragam Hias tradisional terancam? Yuk, jujur aja! Banyak anak muda yang mungkin ngerasa motif tradisional itu “kuno”, terlalu ribet, atau nggak nyambung sama gaya hidup modern.

Padahal, kalau mau menelusurinya lebih dalam, setiap motif batik, ukiran Jepara, atau tenun Nusantara itu punya cerita dan filosofi yang keren banget.

Sayangnya, cara penyampaiannya seringkali terlalu kaku dan monoton, kayak cuma jadi pajangan di acara formal atau materi pelajaran yang ngebosenin.

Nggak heran kalau banyak yang jadi nggak tertarik. Padahal, potensi motif tradisional buat jadi tren itu gede banget, asal pengemasannya dengan cara yang lebih fresh dan relevan.

Jika generasi muda Indonesia mampu mengolah ragam hias tradisional dengan baik. Bisa terbayangkan jika mereka mengembangkan desain tersebut untuk aksesoris modern, pelangkap fashion terbaru, atau untuk hiasan dengan struktur modern, namun hiasannya tetap menggunakan ragam hias tradisional.

Mempromosikan pada media digital mainstream

Selanjutnya hal ini akan lebih berkembang lagi jika mempromosikannya lewat TikTok, Reels, youtube termasuk keterlibatan para konsten kreator. Model semacam ni sudah terbukti seperti yang melakukannya oleh negara korea, mereka sangat cerdas menggunakan strategi branding dan pemasaran secara digital.

Prinsipnya semacam ini, kita tetap mempertahankan ragam hias tradisional dengan berbagai dukungannya termasuk makna dan filosofisnya. Namun kemasannya yang kita kembangkan, inovasi dan keberanian iniah yang perlu kita lakukan, agar karya seni terapan berbentuk motif ragam hias mampu menyesuaikan diri dengan zamannya.

Jadi yang enjadi persoalan sebenarnya buka motif kunonya, tapi bagaimana cara kita mengenalkan dan menginovasinya secara maksimal, kekhawatiran kita, jika disajikn dalam bentuk dan model yang itu-itu saja, pastilah akan kalah bersaing dengan produk kreatif lainnya.

Bagi saya pribadi, tidak perlu ngeluh terus menerus soal budaya kita yang tergerus dengan zaman, atau budaya kita menjadi stagnan dengan adanya budaya pop dari luar. Saatnya kita beraksi dan memperkenalkan dengan model yang lebih diterima saat ini, tapi tidak kehiangan histori dan filosofisnya.

Marilah kita, kasih nafas baru buat warisan budaya biar nggak cuma dikenal, tapi juga dapat membanggakan!

Apakah pemerintah dan pelaku budaya sudah maksimal mendokumentasikan ragam hias tradisional?

Mari kita berpikir positif, saya menganggap bahwa pemrintah Indonesia saat ini sudah maksimal memikirkan produk kreatif, pertama adamanya kementerian ekonomi kreatif kedua ada juga kementerian kebudayaan, udah pas!

Tapi pertanyaan selanjutnya, apakah cara yang pemerintah lakukan sudah relevan dan efektif sesuai dengan zaman digital saat ini? Atau masih banyak acara seremonial yang kadang memakan biaya besar dibandingkan tindak lanjutnya.

Mungkin juga pemerintah masih menokumentasikannya dalam bentuk buku tebal yang dipajang di rak buku atau arsip nasional yang lebih Kalau dipikir-pikir, usaha pemerintah dan komunitas budaya buat mendokumentasikan ragam hias itu udah ada, sih.

Tapi, pertanyaannya: apa cara mereka udah relevan dan efektif di zaman serba digital kayak sekarang? Jangan-jangan dokumentasinya masih berbentuk buku tebal yang cuma jadi pajangan di rak atau arsip di museum yang lebih sering kosong daripada ramai.

Padahal, potensi buat mengenalkan kekayaan budaya kita tuh gede banget kalau dikemas dengan cara yang lebih kekinian.

Saya membayangkan jika ragam hias Toraja, Sumatera atau Motif Papua diangkat ke platform digital, mislanya jadi filter IG yang kereen atau dimuat dalam storytelling singkat di TikTok, bayangkan jika ini menjadi viral, maka dunia akan melihat lebih jauh potensi ragam hias di daerah-daerah linnya di Indonesia.

Berkaitan dengan filosofinya, maka kita dapat membuat aplikasi interaktif yang bukan hanya menampilkan gambar, tapi makna dan filosofis pada setiap motif ragam hias, hal ini munkign saja akan lebih memberikan daya tarik bagi generasi muda yang suka scroll dari pada buka buku yang tebal-tebal.

Model semacam ini, saya menganggap bahwa ragam hias tradisional Indonesia bukan hanya sebagai catatan sejarah, tapi juga menjadi bagian penting dari kehidupan masa kini.

Intinya, dokumentasi itu penting, tapi cara penyampaiannya harus lebih kreatif dan relevan biar pesannya sampai dan nggak basi!

Kenapa industri kreatif belum banyak memanfaatkan motif tradisional sebagai inspirasi desain modern?

Ragam Hias tradisional terancam? Ini adalah pertanyaan yang menarik ya maksud saya kenapa industri kreatif belum banyak memanfaatkan motif tradisional. Sebagai inspirasi dalam menghasilkan desain desain modern saat ini.

Tentu ini bikin geregetan juga ya bayangkan motif tradisional indonesia yang begitu super kaya dan sangat beragam. Tapi masih malu-malu untuk diangkat menjadi ragam hias untuk melengkapi produk interior aksesoris atau produk fashion yang kekinian.

Kan ada yang berpikir bahwa pelaku industri kreatif itu. Menggunakan motif tradisional terlalu berat atau, menurut mereka sangat susah memadukannya dengan selera pasar modern.

Padahal, sebenarnya hanya perbedaan main set yang ngebatasin coba deh kita tengok beberapa merek-merek terkenal dari luar negeri. Mereka sering banget nyomot elemen budaya kita atau a maksud saya budaya asia termasuk indonesia, terus mereka olah menjadi style dan sangat laku keras.

Bangsa kita koq ragu?

Yang ironis adalah justru kita sebagai bangsa indonesia yang malah raguragu untuk mengeksplorasi kembali ragam tradisional khas indonesia.

Saya berpikir, mungkin masalahnya adalah kita terlalu terpaku pada pakem pakem ragam hias tradisional takut tidak menghargai takut untuk terlalu jauh mengutak ngatik hasil karya nenek moyang kita yang dulu.

Padahal yang utama kita saat ini adalah bagaimana menginovasi bukan berarti kita menghilangkan makna atau filosofinya, tapi justru memperluas jangkauan nilai budaya dan filosofi dari karya ragam hias tradisional tersebut.

Motif batik tenun songket itu bisa banget kan sebenarnya mengkreasikannya menjadi sepatu sneakers kekinian tas yang fashionable atau bahkan dekorasi dekorasi rumah yang saat ini berbentuk minimalis mengapa tidak kita memberikan sentuhan sentuhan ragam mias khas tradisional.

Sebenarnya tinggal kita yang tahu bagaimana cara kita bereksperimen berani menunjukkan identitas kita jangan sampai warisan budaya cuman menjadi latar foto bukan bagian dari gaya hidup seharihari, nah maksud saya, kenapa kita tidak membuat ragam mias ini menjadi pola atau desain yang selalu tampil dalam kehidupan kita seharihari.

Jadi saat ini udah udah saatnya, pelaku industri kreatif di indonesia terutama yang berkaitan dengan ragam mias harus lebih pd dan agresif ngembangin motif tradisional jadi produkproduknya bisa yang keren dan memang benarbenar memiliki daya tarik dan dapat mampu bersaing secara global.

Jadi kita tidak harus nunggu nih brand-brand luar negeri yang mengambil budaya kita lebih dulu harusnya kita lah yang lebih tampil agresif dan membuat kebanggaan pada bangsa sendiri buatlah produk yang nggak cuman terpakai secara lokal, tapi juga oleh pangsa pasar dunia.

Yuk, stop insecure dan mulai ubah warisan budaya jadi trendsetter masa kini!

Apa jadinya kalau ragam hias tradisional benar-benar punah? Apakah kita siap kehilangan identitas budaya?

Pertanyaan demikian? bagaimana kalau benar? benar? ragam? hias tradisional kita punah kita bisa bayangkan kalau suatu hari nanti anak cucu kita lebih kenal motif monogram brand luar, justru ragam batik parang atau tenun ikat justru mereka tidak kenal.

Kekhawatiran kita adalah justru generasi sekarang itu melihat ukiran jepara cuman dekor jadul atau motif songket akan lebih corak kuno yang tidak relevan dengan karya seni saat ini.

Ini kan akan membuat kita sedih kita bakal kehilangan bukan cuman motif atau pola atau juga cerita dan filosofinya, tapi juga identitas bangsa yang sudah ber abad abad di wariskan pada kita itu juga bisa akan kehilangan.

Padahal kita ketahui bahwa indonesia dengan dari berbagai negara dikenal sebagai negara yang kaya budaya, tapi sayangnya kita tidak bisa buktikan kekayaan itu dalam kehidupan seharihari terutama bagaimana karya seni terapan ragam hiasnya yang khas tradisional indonesia.

Makanya, sekarang waktunya kita turun tangan! Entah itu lewat fashion, desain, musik, atau media sosial—apa pun medianya, yuk, kita angkat lagi warisan budaya biar nggak tenggelam.

Nggak harus muluk-muluk kok, mulai dari pakai produk lokal, support brand yang angkat motif tradisional, atau sekadar share info budaya di media sosial.

Ingat, kalau kita cuek hari ini, jangan salahin siapa-siapa kalau besok semuanya tinggal cerita. Jadi, sebelum semuanya terlambat, yuk, gerak bareng-bareng!