
Pewarna bubur simbut, jujur pada awalnya saya bingung ketika membaca artikel dalam jurnal Litbang Kota Pekalongan ini.
Mengapa demikian, karena pada pikiran saya yang namanya bubur ya..gitu deh… tetep aja bubur sejenis makanan hahaha…
Justru inilah kelebihan Bayu dkk mengangkat tema ini, yang membuat pembac penasaran, hebat!
Di tengah derasnya arus perkembangan teknologi terkini dan modernisasi segala bidang, saya pribadi (saya aja kale..) nggak nyangka kalau dunia perbatikan justru menyimpan cerita menarik yang datang dari hal sederhana, ya..berawal dari ‘bubur’.
Tapi eitsss…tunggu dulu, ini bukan jennis bubur buat sarapan pagi loh!
Ini juga buka tentang cerita soal lilin panas atau malam batik seperti yang biasa kita lihat pada pembuatan batik pada umumnya.
Artikel ini menuliskan tentang bubur simbut, yakni bubur ketan alami yang diam-diam mulai mencuri perhatian sebagai perintang warna alternatif dalam proses pembuatan ragam hias kain.
Hasil Penelitian menarik ini di angkat dalam jurnal berjudul “Bubur Simbut Sebagai Perintang Warna dalam Pembuatan Ragam Hias pada Kain” yang di tulis oleh Bayu Wirawan D. S., Inva Sariyati, dan Yustiana Dwirainaningsih
Ketiga penulis ini dari Politeknik Pusmanu, Pekalongan.
Mereka bertiga nggak cuma ngomong soal eksperimen bahan, tapi juga membuka peluang baru dalam pembuatan batik yang lebih ramah lingkungan namuun tetap ada sentuhan lokalnya yang otentik.
Kamu penasaran?
Mari kita telusuri artikel Bayu dkk menuangkannya dalam jurnal Litbang Pekalongan, kita akan mengetahui bagaimana sesuatu yang tampak remeh seperti bubur ketan bisa membawa gebrakan dalam dunia batik Indonesia.
Bukan cuma soal pembuatan dan bahan yang menjadi pembeda dari batik lainnya, tapi juga soal warisan, inovasi, dan keberlanjutan!
Baca juga : Motif Gurda Batik Larangan: Mengulik Makna Sakralnya
Mengapa Bubur Simbut?
Biasanya, untuk membentuk pola pada kain batik, kita mengenal malam—lilin panas yang jadi senjata utama para pembatik.
Tapi di balik keindahannya, ada risiko yang mengintai, apalagi kalau kita bicara soal edukasi batik untuk anak-anak.
Lilin panas jelas bukan teman bermain yang aman, dan dari sisi lingkungan, penggunaannya pun masih jadi bahan perdebatan.
Nah, di sinilah Pewarna bubur simbut muncul bak pahlawan tak terduga. Siapa sangka, campuran sederhana dari tepung ketan, gula jawa, dan sedikit bahan tambahan lainnya bisa menjadi solusi cerdas?
Bubur simbut ini aman untuk semua usia—ya, termasuk anak-anak yang baru belajar membatik.
Ramah lingkungan karena berasal dari bahan-bahan alami, dan yang tak kalah penting, murah serta mudah di gunakan.
Bahkan di dapur rumah pun bisa langsung praktek!
Lewat penelitian yang di lakukan oleh Bayu Wirawan D. S., Inva Sariyati, dan Yustiana Dwirainaningsih, kita bisa melihat bagaimana bubur simbut bukan hanya menjadi alternatif teknis, tapi juga alat edukasi yang menyenangkan.
Ia membuka peluang belajar membatik sejak usia dini, tanpa risiko besar, dan sekaligus membantu menekan biaya produksi batik secara signifikan. Inilah inovasi lokal yang sederhana, tapi berdampak besar.
Sejarah yang Panjang, Solusi yang Relevan
Buat saya pribadi yang bikin makin menarik, Pewarna bubur simbut ini ternyata bukan barang baru dari dapur inovasi masa kini.
jujur, ini yang baru buat saya
Justru sebaliknya, Bubur simbut sebenarnya penggunaannya sudah ada sejak zaman Kerajaan Tarumanegara di abad ke-5!
Bayangkan, dari sinilah kita mengetahui bahwa jauh sebelum kita mengenal malam sebagai bahan utama membatik, masyarakat Nusantara sudah lebih dulu menggunakan bubur ketan sebagai perintang warna.
Hasilnya? pewarnaan batik sederhana yang dulunya pernah sebagai pewarna utama, yang kini di kenal sebagai batik simbut.
Teknik ini merupakan salah satu bentuk wax-resist dyeing paling awal di Indonesia, bahkan menjadi pearnain kain yang popular pada saat itu.
Sebuah warisan teknik pewarnaan kain yang lahir dari tangan-tangan leluhur, jauh sebelum malam populer dan mendominasi dunia batik seperti sekarang.
Nah, lewat jurnal ini, para peneliti nggak hanya mengulik solusi produksi yang lebih aman dan ramah lingkungan, tapi juga berhasil menghidupkan kembali warisan budaya yang nyaris terlupakan.
Sebuah langkah kecil yang punya arti besar: penulis kembali menyambungkan benang tradisi dengan inovasi masa kini melalui artikel pada jurnal ilmiah.
Metode Praktis yang Siap adopsi Siapa Saja

Salah satu kekuatan jurnal ini adalah penyajian langkah-langkah pembuatan dan penggunaan bubur simbut yang sangat praktis, mulai dari skala kecil hingga skala industri:
Pembuatan Bubur Simbut
Bahan: tepung ketan, gula jawa, tawas, air bersih, bensoat, dan lem PVAC. Prosesnya sederhana, bahkan bisa di lakukan di dapur rumah tangga.
Mulai dari membuat bubur ketannya, kemudian memberikan pewarnaannya.
Aplikasi pada Kain
Membuat sketsa desain. Mengaplikasikan bubur simbut menggunakan botol aplikator.Mewarnai kain dengan pewarna alami.
Pelorodan cukup menggunakan air dingin (hemat energi!).
Semua proses ini menjadikan teknik ini aman, mudah, dan menyenangkan. Tenik ini sangat cocok untuk pengajaran kreatif di sekolah maupun komunitas yang memang baru belajar memberikan warna pada kain.
Kelebihan Bubur Simbut Di bandingkan Malam Tradisional
Penulis dengan cermat menguraikan manfaat penggunaan bubur simbut:
- Minim Risiko: Tidak ada panas, tidak ada luka bakar, karena sangat berbeda dengan pewarnaan yang menggunakan lilin.
- Ramah Lingkungan: Semua bahan alami dan mudah terurai, karena bahan utamanya dari ketan.
- Menghemat Biaya: Tidak perlu air panas untuk pelorodan, bahan murah dan mudah di dapat. Bahan ii berbeda dengan Lilin Malam sebagai bahan utamanya
- Mendorong Kreativitas: Desain lebih fleksibel karena alat aplikasinya ringan dan sederhana.
Dengan semua kelebihan ini, jurnal ini menunjukkan bahwa inovasi dalam dunia batik tak harus selalu bergantung pada teknologi mahal atau metode konvensional yang berisiko.
Bubur Simbut, Harapan Baru bagi Industri dan Edukasi Batik
Melalui penelitian ini, Bayu Wirawan D. S. dan timnya berhasil mengungkapkan kembali nilai-nilai kearifan lokal untuk pewarnaan kain dalam kemasan modern yang lebih aman dan aplikatif.
Intinya pada alternatif sistem pewarnaan pada kain yang pernah terlupakan.
Bubur simbut bukan hanya alternatif teknis, tetapi juga alat untuk memperluas akses terhadap seni batik. Biar berbagaia kalangan tahu sistem pewarnaan ini, mulai dari anak-anak hingga masyarakat umum.
Jika Anda adalah pelaku industri kreatif, pengrajin batik, pendidik, atau pecinta budaya. inovasi ini pantas untuk mencobanya dan di sebarluaskan.
Bubur simbut membuktikan bahwa kadang, solusi masa depan bisa di temukan dalam tradisi masa lalu.
Kesimpulan yang dituliskan dalam artike tersebut langsung saya tuliskan sebagai berikut:
- Keunikan dari bubur simbut dapat digunakan untuk menghasilkan produk yang inovatif. Penggunaan bubur simbut sebagai bahan perintang warna dapat diterapkan pengrajinpengrajin
- Proses pembuatan dan penggunaan bubur simbut yang sederhana dapat diaplikasikan dalam skala industri bahkan rumah tangga.
- Pengaplikasian bubur simbut juga dapat dijadikan sarana pengenalan batik bagi masyarakat semua kalangan mulai dari usia dewasa hingga anak-anak.
- Penggunaan bubur simbut sebagai perintang warna memiliki potensi yang sangat tinggi. Simbut diharapkan dapat digunakan oleh masyarakat sebagai pengganti malam yang tidak berbahaya dan ramah lingkungan, terutama untuk pembelajaran bagi anak-anak usia dini.
- Bagi industri, prospek pengembangan yang diharapkan dapat diproduksi secara masal sebagai alternatif pengganti malam dengan menggunakan alat yang lebih modern.
Judul Jurnal:
Bubur Simbut Sebagai Perintang Warna dalam Pembuatan Ragam Hias pada Kain
Penulis: Bayu Wirawan D. S., Inva Sariyati, dan Yustiana Dwirainaningsih
Terbit di: Jurnal Litbang Kota Pekalongan, Vol. 14, Tahun 2018
Pengulas: Baso Marannu (pemerhati seni kerajinan Indonesia) owner pengembang website www.ragamhiasindonesia.id. saat ini sebagai peneliti Ahli Madya pada Pusat Riset Khazanah Keagamaan dan Peradaban – BRIN