Bangkit Melawan AI Wujudkan Indonesia Kuat

Bagikan ke
Bangkit Melawan AI Wujudkan Indonesia Kuat

Bangkit Melawan AI Wujudkan Indonesia Kuat adalah artikel yang saya tulis untuk merayakan hari kebangkitan nasinal yang ke 117. Pada tema tersebut saya tambahkan “melawan AI” dalam tanda kutip.

Bukan berarti “malawan AI” seperti halnya kita “berperang” melawan penjajah. Dan anti dengan perkembngan AI, bukan itu, mungkin Anda yang membaca artikel ini. Akan mnyadari “melawan” yang bagaimana yang saya maaksudkan.

Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) telah merilis pedoman peringatan Harkitnas 2025. Melalui surat Menteri Komunikasi dan Digital nomor B-395/M.KOMDIGI/HM.04.01/05/2025 tertanggal 14 Mei 2025.

Tahun ini, Harkitnas mengusung tema “Bangkit Bersama Wujudkan Indonesia Kuat”. Dari Tema ini memberikan arti untuk lebih membangkitkan semangat kolektif. Seluruh elemen bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan dan bergerak maju menuju Indonesia yang lebih tangguh, mandiri, dan sejahtera.

Pada tiga kata terakhir dari tema tersebut, saya ingin menggaris bawahi, (1) Tangguh “melawan AI”. (2) Mandiri Tanpa selalu bergantung pada AI. (3) Sejahtera di era teknologi AI.

Sebelum banyak bercerita, pada bagian awal ini saya ingin mengutarakan (minjam kata Apos: arti kata “curhat”). Segala hal yang berkaitan dengan pemanfaatan AI dalam beberapa tugas.

Baca juga: Ketika Robot Mengambil Alih: Refleksi Hari Buruh Internasional

Pengalaman Menggunakan ChatGPT

Jujur saja selama setahun terakhir ini, apalagi sejak ramainya orang menggunakan ChatGPT. Mungkin saya juga termasuk salah satu dari ribuan pengguna Generative AI ini yang sangat antusias memanfaatkan jenis AI ini.

Mulai dari menulis artikel dan laporan. Membuat ilustrasi gambar hingga mengaransemen sebuah lagu. (kalau membuat lagu ini sekedar pengen tahu aja)

Jujur awalnya memang terlihat bagus dan saya akui secara fair bahwa manakala kita menggunakan Generative AI (apapun aplikasinya). Hasilnya saya lihat pada penggunaan kalimat yang sangat rapi dan terstruktur. Gambar yang menarik hingga cara membuat lagu yang luar biasa.

Bayangkan saja dengan AI. Hanya dalam waktu beberapa saat saja, apa yang kita tulisakan pada prompt dapat kita lihat dengan jawaban yang luar biasa. Bahkan terkadang jawabannya tidak kita sangka seluas dan sedetil itu.

Kalau ada yang mengatakan bahwa kecepatan jawaban dan keluasan pemikiran AI dapat di kalahkan dengan pikiran manusia. Saya yakin itu “BOHONG”.

Bagaimana mungkin manusia dapat berpikir sekaligus menuiskan beberapa wawasan hanya alam hitungan detik.

Bangkit Bersama “Melawan AI” Wujudkan Indonesia Kuat. Karena bagaimanapun kecepatan dan ketelitian AI Generative berpikir sangat luar biasa.

Pengalaman saya, dalam proses kreatif selama lebih dari setahun ini. Saya merasakan kegelisahan ketika menggunankan AI (terutama ChatGPT) dalam berbagai kebutuhan.

Mulai menulis artikel hingga menyelesaiakn beberapa tugas yang di amanatkan pada saya. Yang tanpa pikir panjang sebagian besar (hampir 60%) merupakan hasil pemikiran AI.

Hasilnya memang cepat dan luar biasa luas. Namun saya merasakan bahasa dan value yang di buat oleh AI terasa hambar dan tidak memiliki “taste” yang enak. Bahkan ibarat sayur tanpa garam “hambar’.

Lalu saya bertanya, lantas saya sebagai manusia perannya apa? Kalau hanya berkonstribusi kurang di 40%. Ini sangat memalukan buat diri saya pribadi.

Bangkit Melawan AI Wujudkan Indonesia Kuat. Jujur ini kegelisahan dalam diri saya saja, semoga nggak seperti anda yang sedang membaca artiekel ini.

Berbagai cara biar terlihat “manusiawi”

Berbagai cara biar terlihat “manusiawi”

Dalam berbagai kesempatan saya mencoba untuk belajar membuat prompt yang baik biar nggak terdeteksi oleh detektor Ai. (Misalkan zeroGPT, AI Detector) atau sebagai karya plagiat

Bahkan saya menemukan formula membuat prompt yang luar biasa bagus. Hebatnya setelah saya cek di zeroGPT hasilnya 100% di buat manusia.

Saya mulai senang, bahkan setiap informasi atau tugas yang di berikan, Saya selesaikan dengan AI, namun semakin hari saya melihat beberapa kelemahan.

Salah satunya adalah gaya bahasa yang di pakai Generative AI itu cederung sama (pada kasus tertentu berHalusinasi) dan selalu memainkan kata-kata yang terdengar nyaman di baca.

Buat yang pertama kalo menggunakan generative AI (apapun aplikasinya) biasanya merasa senang dengan jawaban-jawaban yang di berikan AI tersebut.

Walalupun ada sebagian jawaban yang di buat kurang tepat atau bahkan salah sama sekali, namun kita tetap saja menggunakannya.

Bagaimanapun kemampuan kita membuat prompt atau menggunakan berbagai macam AI jawabannya adalah dapat di ketahui bahwa itu adalah karya “mesin”. (terutama membuat artikel atau karya ilmiah.

Bangkit Melawan AI Wujudkan Indonesia Kuat. AI tetaplah robot, Kita tidak dapat merubahnya menjadi “manusia” karna memang dia di ciptakan sebagai tools, sebagai alat bantu, dan sebagai mesin yang kerjanya sangat sistematis.

Gagal menjadi “teman” AI. Merasa kurang Percaya diri

Ya, pada awalnya saya menganggap bahwa penggunaan AI ini hanya sekedar “membantu” pekerjaan saya, itu awalnya, namun beberapa bulan terakhir ni, koq seolah-olah otak saya nggak jalan, sebentar-sebenatar tanya AI mau apa saja buka AI, ini berarti saya “kecanduan” AI, maklum saya menggunakan ChatGPT pro.

Saya seolah-olah sudah nggak bisa lagi mengoptimalkan kemampuan otak saya yang dulunya nggak ada AI bisa aja tu bekerja dengan baik, bahkan bisa nyelesaikan semua kerjaan tanpa nanya ChatGPT.

Menurut saya, seharusnya saat ini, AI itu menjadi teman saja, Tapi sebatas teman aja bukan menjadi “saudara sehati dan sepenanggungan”.

Mengapa saya katakan demikian, karena ketika saya bersaudara dengan AI. Seolah-olah saya mempercayakan sepenuh pada AI, pada hal nggak demikian, kita boleh saja menggunakan AI pada saat memang kita butuhkan.

Dampak buruknya, saya merasa nggak percaya diri setiap menulis dan menyelesaikan tugas, ini kalau terus-terusan di lakuan rasa kemanusiaan saya semakin hilang masuk kedalam irama algoritma yang tidak jelas.

Maka saatnya hari ini saya mulai mengurangi “pertemanan” dengan AI

Nurai manusia tak tergantikan oleh AI

Bagaimanapun kita sebagai manusia tetap memiliki naluri yang sangat nik. Hal tersebut tidak di miliki oleh mesin. Kita adalah makhluk yang sempurna.

AI itu robot, dia hidup dengan sebuah sistem dan di rancang untuk satu hal bukan untuk semua pekerjaan.

Memang ada beberapa hal yang justru AI lebih bagus mengerjakannya, katakan, kerja analisa yang sistemik, saya cenderung sepakat untuk menggunakan AI ketimbang manusia yang kadang jenuh, capek dan Kurang konsentrasi yang akibatnya kerja analisanya jadi salah.

Perilaku dan etika hanya di miliki oleh manusia, sementara AI hanyalah mesin yang bekerja sesuai dengan perintah, kalaupun dia berinisiatif melakukan sebuah pekerjaan yang tidak di perintahkan, hal itupun lebih pada Tamplate yang dia kerjakan.

Menemukan jati diri di tengah revolusi AI

Jati diri harus kita kembalikan, memang kita tidak dapat menghindari perkembangan dan kecerdasan AI yang semakin “menggila” bahkan tidak dapat di prediksi.

Biarlah dia menjadi mesin yang semakin cerdas, tapi kita sebagai manusia yang punya rasa cinta, punya kepedulian, ada etika dan perilaku serta adat istiadat yang tidak sama sekali di miliki oleh AI.

Untuk pekerjaan tertentu saya juga tidak menafikkan bahwa lebih tepat dan cepat di kerjakan oleh AI, tapi kan masih banyak pekerjaan lainnya yang memang hanya manusia yang mampu mengerjakannya.

Janganhah kita terlalu larut dengan irama algoritma yang membuat kita menjadi ‘robot yang bernadi’ kita seharusnya menjadikan AI sebagai teman saja, yang membuantu kita untuk pekerjaan tertentu, namun dilain waktu dan pekerjaan, Jati diri kita sebagai manusia tetaplah harus dipertahankan.

Top 10 Statistik AI di Indonesia

Berikut adalah beberapa data terbaru mengenai penggunaan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence atau AI) di Indonesia hingga tahun 2024:

  1. Pertumbuhan Pengguna AI: Pada tahun 2024, jumlah pengguna alat AI di Indonesia diperkirakan mencapai 1,3 juta, dengan proyeksi peningkatan hingga 3,33 juta pada tahun 2030.
  2. Peringkat Kesiapan AI Pemerintah: Menurut Oxford Insights, pada tahun 2023, Indonesia memiliki skor 61,03 dalam Indeks Kesiapan Pemerintah terhadap AI, menempatkannya di posisi ke-4 di Asia Tenggara dan ke-42 secara global.
  3. Penggunaan Aplikasi AI: Survei Populix menunjukkan bahwa 45% pekerja dan pengusaha di Indonesia telah menggunakan aplikasi AI, dengan ChatGPT menjadi yang paling populer, digunakan oleh 52% responden.
  4. Kunjungan ke Aplikasi AI: Indonesia menyumbang 5,60% dari total lalu lintas global ke aplikasi AI antara September 2022 hingga Agustus 2023, dengan 1,4 miliar kunjungan, menempatkannya di peringkat ketiga dunia.
  5. Adopsi AI di Tempat Kerja: Sebanyak 92% pekerja kantoran di Indonesia telah menggunakan AI generatif di tempat kerja, lebih tinggi dari rata-rata global (75%) dan Asia Pasifik (83%).
  6. Penggunaan AI di Sektor Pendidikan: Terdapat peningkatan signifikan dalam penggunaan AI di kalangan pelajar Indonesia, terutama dalam menyelesaikan tugas dan pembelajaran daring. Membawa dampak positif dan negatif.
  7. Peringkat Global AI Index: Indonesia berada di peringkat ke-46 dari 62 negara dalam Global AI Index 2023, menunjukkan perlunya peningkatan infrastruktur digital dan adopsi AI.
  8. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Tirto dan Jakpat pada Mei 2024, sekitar 86,21% pelajar Indonesia berusia 15-21 tahun, baik di tingkat SMA maupun mahasiswa, mengaku menggunakan bantuan kecerdasan buatan (AI) setidaknya sekali dalam sebulan untuk menyelesaikan tugas mereka.
  9. Hanya sekitar 13,79% yang menyatakan tidak pernah menggunakan AI sama sekali dalam mengerjakan tugas.
  10. Selain itu, Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, mengutip survei yang sama dan menyatakan bahwa 87% pelajar Indonesia menggunakan AI untuk mengerjakan tugas mereka.

Penutup

Laporan “Work Trend Index 2024” dari Microsoft dan LinkedIn menemukan bahwa 92% pekerja kantoran di Indonesia sudah menggunakan AI generatif dalam pekerjaan mereka, yang menunjukkan bahwa meskipun infrastruktur perusahaan mungkin belum sepenuhnya siap, individu-individu dalam organisasi telah mulai memanfaatkan teknologi ini.

Data-data ini menunjukkan bahwa Indonesia sedang mengalami pertumbuhan signifikan dalam adopsi dan pengembangan AI, meskipun masih menghadapi tantangan dalam infrastruktur dan kesiapan digital.

Saya memesankan, terutam adik-adik generasi Z dan Alfa yang saat ini selalu berhubungan dengan teknologi, tetap meengoptimalkan “rasa manusia” kita, jang hilang, AI Generative itu sifatnya sementara, jika kita tidak kelola dengan aik, maka bisa jadi kita menjadi malas, kurang kreatif dan pasrah dengan apa yag diinginkan oleh AI. Itu saja.

Jika ada hal lain, silahkan memberikan komentar untuk dapat memberikan pelajaran bagi kita semua. bahwa AI tetaplah Tools.

Salam Harkitnas 2025

2 Responses