Industri Kerajinan Tradisional: Akankah Tergerus atau Bertahan?

posted in: TRADISI | 1
Industri Kerajinan Tradisional: Akankah Tergerus atau Bertahan?

Industri Kerajinan Tradisional: Akankah Tergerus atau Bertahan? Tentu ini akan menjadi pertanyaan besar buat kita semua. Nanti akan terjawab seiring dengan waktu dan perkembangan kehidupan yang terus menginginkan efektivitas, efisiensi, barang yang murah dan mudah di dapatkan.

Fenomena di atas itulah yang Justru yang menjadi momok dan tantangan para pengrajin tradisional saat ini, mereka mampu bertahan dengan segala keterbatasan, atau justru para pengrajin malah tergerus dan hilang tertelan sejarah.

Sudah banyak kerajinan yang hilang dan tinggal sejarah. Pernah ingat, lampion ramadhan yang sering anak-anak bawa keliling kampung saat sahur atau setelah mereka sholat tarwih?

Atau dulunya ada kartu lebaran yang gambar tangan? Amplop uang THR lebaran yang terbuat dan kamu gambar sendiri?

Bagian luar Toples kue lebaran yang terbuat dari rajutan tangan? Atau bahkan origami kertas berbentuk bulan bintang yang tergantung di kamar entah masih ada yang buat atau sudah lenyap tertelan masa?

Mungkin saja semua itu tinggal kenangan?

Baca juga: Berbagai Pola Ragam Hias: Inspirasi Para Pengrajin Indonesia

Atmosfir Kerajinan lokal berlahan hilang tertelan masa

Coba deh, bayangkan nuansa Ramadan era dahulu. Mana kala bulan suci bagi umat Islam datang, kegembiraan memasuki bulan ramadan jadi lebih hidup.

Pengrajin seni kaligrafi sibuk memahat kayu yang kelak terpasang pada masjid atau mushollah. Pengrajin kain tradisional sibuk menenun kain untuk digunakan pada saat sholat tarawih dan sholat Idul Fitri.

Sajadah dari anyaman kain wol sudah sulit kita temukan. Serta mukenah yang di rajut bermotif khas Minang, Khas Kalimantan atau Khas Jawa mungkin juga sudah sulit kita temui? Atau lentera Ramadan (fanous) bikin satu per satu dengan tangan, penuh kreasi tidak ada lagi di pasar tradisional.

Industri Kerajinan Tradisional, Kerajinan yang terbuat dari pengerajin, dulunya Tiap detail memiliki narasi, tiap sentuhan bawa gesekan batin. Ramadan terasa lebih personal, lebih dekat dengan adat- istiadat, serta lebih berarti.

Itulah realitas yang kita temui pada eranya. Saat teknologi dan kerajinan masuk dan merambah dalam industri massal.

Indutri Kerajinan Tradisional, Sentuhan rasa seni bersaing dengan produk massal

Sentuhan rasa seni bersaing dengan produk massal

Saat ini? Kamu tinggal membuka marketplace di handphone, seluruh karya kerajinan apa saja dapat kamu temui dalam sekali klik, nggak perlu repot-repot mencari di pasar tradisional.

Lentera yang super unik, sajadah berbagai model, Muknah dengan berbagai motif, atau kerajinan toples dengan berbagai bentuk semuanya ada, tetapi kerap kali barang tersebut terasa generik dan kurang spesial.

Produksi kerajinan secara massal memanglah menawarkan harga yang lebih murah serta kemudahan dalam mendapatkannya, tetapi ada nilai yang terselip dan bahkan sudah sirna dari produk tersebut, apa saja?

Sentuhankehangatan serta nilai seni dari tangan dingin pengrajin yang dahulu menghidupkan nilai Ramadan dengan kreasi mereka.

Saat ini Lentera plastik dapat bikin ribuan dalam satu hari, sedangkan sajadah cetakan produksi cepat dengan mesin. Efisien? Iya. Tetapi, masihkah kita merasakan keakraban dengan kebiasaan serta kehangatan nuansa lokal yang sarat akan tradisi?

Nah, di sinilah persoalan besarnya: gimana peruntungan para pengrajin tradisional? Apakah mereka masih mampu bertahan di tengah serangan industri kerajinan secara massal? Atau malahan pengrajina tradisional justru lama kelamaan malahan tereleminasi?

Apakah masih terdapat mimpi-mimpi yang memberikan harapan baik untuk pengrajin dapat terus berkreasi serta melindungi karya mereka yang penuh arti ini?

Mampu kita mengubah Pasar Kerajinan tradisional?

Industri Kerajinan Tradisional. Sekarang, Kamu bisa membayangkan, jika era dahulu, kita ingin memiliki pernak-pernik Ramadan yang masih buatan tangan (handmade), tentu kamu mencarinya ke pasar tradisional ataupun bisa jadi kamu langsung menemui pengrajinnya (itupun kalu masih ada saat ini)

Kalau yang ini kamu lakukan pasti kamu merasakan keseruan mencari dan menemukan langsung dari pembuatnya, pasti asyik kan?

Memilih corak atau moifnya kita bebas atau setidaknya sesuai dengan selera kita, kamu akan merasakan langsung, bagaimana kelembutan tekstur kainnya, apalagi kamu bisa seru-seruan ngobrol langsung sama si pengrajinnya.

Tiap hasil kerajinan yang kamu beli, pasti memiliki narasi yang berkesan, karan karya itu bikin dengan tangan, penuh detail serta kecermatan.

Saat ini, semua ada pada genggamanmu, cukup scroll di marketplace belanja online, klik TikTok, Shopee kemudian kamu bayar pakai gopay atau Dana, kemudian sabil rebahan menunggu paket tiba, sesingkat itu kan!

Kamu mendapatkan barang yang kamu inginkan dengan efisien, cepat, hemat dan mudah! Tetapi di balik seluruh kemudahan yang kamu peroleh, terdapat satu perubahan besar yang mestinya kamu sedih atau prihatin: masihkah pengrajin yang membuat kerajinan tradisional memiliki tempat?

Industri Kerajinan Tradisional secara besar-besaran sudah merubah pola kehidupan kita dengan segala kemudahannya. Beberapa hasil kerajinan yang dahulu oleh pengrajin dibuat dengan penuh jiwa, perlahan tidak ada penghargaan ataupun kepedulian untuk memikinya.

Pada saat ini, kerajinan telah terproduksi dengan jumlah ribuan! Tentu harga yang mereka tawarkan lebih murah. Namun buat saya karya kerajinan yang mereka produksi  kerap kali kehabisan sentuhan khas (tentu keunikan dan tradisionalnya).

Memang benar lebih simpel dan praktis, tetapi apakah masih ada kehangatan jiwa dan nilai kehangatan serta arti yang serupa dalam setiap karya yang kita beli? Bisa jadi kita malahan kehilangan suatu yang bernilai seni dan kepuasan tradisi tanpa kita sadari?

Apa yang berubah?

1️. Produksi dalam jumlah besar = Harga lebih muraH

Sempat nggak, kamu bandingin kain tenun ikat, tenun buna atau tenun lotis dari NTT yang handmade dibandingkan dengan kain sarung merek Gajah duduk yang dibuat massal?

Kain tenun yang satu terbuat dengan penuh kehati-hatian, benang demi benang ditenun dengan perasaan, memerlukan waktu berhari-hari bahkan berbulan-bulan guna menyelesaikan selembar kain tenun.

Sementara kain sarung yang produksinya secara massal memang hasilnya dalam hitungan detik oleh mesin. Bahkan dengan mesin yang super canggih mampu memproduksi hasil kain sarung jumahnya ribuan dalam satu hari. Bagamana menurut kamu? Terutama perbandingan hasilnya?

Tentu Merek Gajah Duduk atau Sarung merek Dua Mangga mampu mematok biaya produk jauh lebih murah, lebih mudah dan yang jelas harganya sangat terjangkau.

Tentu buat pengusahan kain sarung besar ini menjanjikan untuk memperoleh keuntungan yang besar. Tetapi, gimana nasib pengrajin kain tenun di pedalaman Nusa Tenggara, yang sedang mengunggulkan kemampuan tangan mereka?

Pada satu sisi, beberapa peralatan yang berkaitan dengan bulan ramadan produksinya secara besar-besaran bahkan dengan harga yang lebih terjangkau. Tetapi di bagian lain, persaingan berat dialami oleh banyak pengrajin tradisional, bahkan untuk bertahan saja mereka mengalami kesusahan, akhirnya mereka berhenti memproduksinya.

Betul! Saya berpikir Tidak mudah banget untuk para pengrajin mampu bersaing harga dengan produk kerajinan buatan pabrik yang lebih ekonomis serta mampu diproduksi dalam jumlah besar.

Kesimpulannya, Industri Kerajinan Tradisional, banyak pengrajin tradisional yang akan terdesak gulung tikar ataupun berpindah ke profesi lain yang lebih menjanjikan dan mampu menghidupi kebutuhan pengrajin sehari-hari.

Jadi, mungkin saja kita senang bisa memiliki produk yang harganya ekonomis, tanpa sadar kita juga turut mengubah ekosistem para pengrajin. Pertanyaannya, masih adakah tempat buat kreasi handmade di masa serba praktis ini?

2️. Bahan sintetis menggantikan bahan alami

Dahulu, materi- materi alami semacam wol ataupun katun jadi preferensi mendasar, saat ini bahan sintetis lebih mendominasi sebab lebih ekonomis serta gampang dibuat. Memanglah efisien sih, tetapi apakah mutu serta kenyamanannya masih serupa? Tentu ini tergantung kualitasnya!

Poduksi massal itu kecenderungannya terlihat menawan, tetapi jika dipegang, rasanya beda sekali. Anda bisa rasakan Kain Tenu asli NTT atau Kain Tenun dari Sumaer rasanya lebih dingin kalau kita pakai.

Perbandingan bahan sintetis yang lebih murah tentu tidak dapat disandingkan dengan kian aami yang memang bahannya masih asli, ini juga yang berdampak pada harga yng ditetapkan.

Persoalan besar yang kita hadapi saat ini adalah, Apakah kita masih menghormati karya unik serta karakteristik kerajinan tangan? Atau kita mulai terbiasa dengan yang serba praktis serta efisien? Itu tergantung pada kepedulian kita pada karya trisional, jika ini terus berjalan, maka karya seni tradisional pada saatnya nanti tinggal cerita saja?

3️. Merek besar menguasai pasar

Pernah nggak kamu nge-scroll marketplace dan nemu produk yang murah banget! Mereka punya modal, punya pabrik, dan bisa menjual produknya ke seluruh dunia dengan harga yang susah terkalahkan.

Sementara itu, pengrajin kecil yang bikin produk handmade dengan penuh ketelitian harus berjuang lebih keras buat dapetin perhatian belum lagi bahan yang mulai sulit dapatkan.

Bikin satu karya kerajinan aja butuh waktu berhari-hari, tapi pas terjual, harganya sering bandingin sama produk pabrik yang jauh lebih murah. Sedih, kan? Ini nyata loh!

Masalahnya, marketplace dan tono online juga lebih memilih jual produk yang bisa di produksi cepat dan dalam jumlah besar.

Produk handmade yang eksklusif, yang setiap detailnya punya sentuhan khas, makin tersisih. Konsumen pun jadi terbiasa dengan barang murah dan instan, tanpa mikir siapa yang ada di balik proses pembuatannya.

Jadi, di tengah gempuran produk massal ini, masih adakah tempat buat para pengrajin kecil bertahan? Atau mereka harus ikut berubah demi bisa tetap eksis?

Bisakah Pengrajin Tradisional Bertahan?

Indutri Kerajinan Tradisional, Bisakah Pengrajin Tradisional Bertahan?

Jika kamu mengamati situasi saat ini, rasanya pengrajin tradisional kian tereleminasi, betul? Produk massal dengan harga hemat memimpin pasar, sedangkan peralatan handmade yang penuh seni serta ketelitian kerap sangkaannya sangat mahal.

Tetapi, bukan berarti mereka tidak memiliki impian! Justru, terdapat banyak metode untuk senantiasa populer serta bersaing di era industri massal.

Salah satunya? Menawarkan nilai eksklusivitas serta kualitas. Produk handmade senantiasa memiliki kisah, dan itu yang membuat istimewa!

Tidak hanya itu, saat ini zamannya digital! Pengrajin yang dahulu hanya dapat jualan di pasar lokal, saat ini dapat menjangkau konsumen dari mana saja melalui Instagram, TikTok Shop, dan Tokopedia.

Terlebih jika promosikan dengan metode inovatif, misalnya melalui film proses pembuatan ataupun kegiatan serupa dengan influencer orang islam yang mensupport produk lokal.

Dengan strategi ini, produk handmade dapat senantiasa menarik serta memiliki tempat di hati konsumen yang mencari benda bermutu serta istimewa.

Terakhir, kunci bertahan merupakan inovasi! Mencampurkan adat- istiadat dengan gesekan modern bisa membuat kerajinan lebih relevan di pasar kala ini.

Dengan senantiasa menjaga nilai seni tetapi mengikuti mode, pengrajin dapat meyakinkan kalau produk mereka senantiasa pantas bersaing di masa serba praktis ini. Jadi, bagi kalian, apa yang dapat kita jalani buat mensupport mereka?