Kreativitas Video Berbasis AI: Kecerdasan Tanpa Rasa

Bagikan ke
Kreativitas Video Berbasis AI: Kecerdasan Tanpa Rasa

Kreativitas video berbasis AI (Artificial Intelligence) dalam beberapa bulan ini meramaikan jagad media. Bahkan hampir semua platform selalu saja kita temukan video yang di buat menggunakan AI. Kita di suguhkan dengan berbagai jenis video, yang di hasilkan hanya dengan menuliskan prompt.

Kamu Nggak harus jago  teknik editing video, yang penting modal aplikasi video AI dan internet yang kencang. Dalam waktu singkat “blooom”  video yang kamu inginkan langsung jadi.

“Nggak usah pikirin semua itukan sekedar hiburan aja. Nggak perlu di seriusin, toh orang juga pada ngerti itu buatan AI”. Kira-kira itulah sebagian kecil dari omongan di WAG atau saat ngobrol di warung kopi.

Tapi pernahkah kamu berpikir bahwa hari ini video semacam itu nggak jadi soal, tapi masa depan menjadi ‘persoalan; penting yang harus di selesaikan.

Buat saya pribadi, maraknya orang membuat Kreativitas video berbasis AI “sekedar lucu-ucuan” imenyangkut hanya persoalan estetika dan etika dan penghargaan pada kreativitas yang manusiawi.

Karya para seniman dan kreator yang nggak ikut perkembangan teknologi AI saat ini semakin terpinggirkan. Orang yang nggak tahu sama sekali dengan gambar kartun mampu membuat animasi hanya dengan bermodalkan aplikasi ChatGPT dan sejenisnya.

Memang lucu aja sih, misalkan kamu ngeliat di beranda medsos ada nenek-nenek yang lagi ikutan perang, atau lagi naik helikopter. Atau ibu-ibu yang sedang di kejar serangga raksasa.

Bahkan ada gorilla bisa ngomong layaknya manusia. Dan masih banyak lagi contoh model AI yang sekarang lagi marak menghias media sosial.

Kekhawatiran kita saat ini sebenarnya bukan pada pekerjaan yang di ambil alih oleh AI. Tapi penyalahgunaan AI pada orang-orang yang tidak bertanggungjawab dan orang semakin banyak “tidak menggunakan rasa kemanusiaannya” dalam berkarya.

Baca juga : Bangkit Melawan AI Wujudkan Indonesia Kuat

Wajah Bisa tercipta, Nurani Tak Bisa terprogram

Coba aja kamu bayangin, ada sebuah video seorang laki-laki dewasa menggunakan jas mentereng sedang ngomong serius banget soal politik. Senyum kalem, tatapan yang tajam dengan vokal bass yang meyakinkan. Tapi eh ternyata itu bukan orang beneran, tapi karakter yang 100% di buat dari tulisan prompt AI.

Semakin ngerii dan gila kan? Kreativitas video berbasis AI saat ini masuk dalam level ‘halu tingkat dewa’. Di mana semuanya bisa di cloning, wajah bisa dicetak persis aslinya. Suara bisa disetel sesuai karakter aslinya. Bahkan kita semakin sulit membedakan mana yang asli mana buatan AI.

Kekhawatiran saya adalah video-video kayak gini yang di buat AI, bisa banget untuk nyebarin Hoax, ngerusak reputasi seseorang.

Bahkan yang lebih ngeri orang-orang yang tidak tahu bahwa itu adalah buatan AI kemudian percaya dengan seluruh narasi palsu yang di ungkapkannya.

Kemudian yang lebih gawat jika video tersebut ‘viral’. Kita akan kesulitan mencari siapa orang yang bertanggungjawab membuatnya, karena mereka sering menggunakan anonim.

Tokohnya nggak ada, hanya piksel-piksel yang dipadukan dari prompt yang di tuliskan.

Jangan anggap remeh ya! Jangan nganggap ini persoalan receh. Ini bukan cuman soal “weh asyiik teknologi canggih ya” tapi tanpa di sadari ini masuk ke ranah bahaya.

Identitas manusia di jadikan mainan. Dan sedihnya kita sebagai penonton kadang nggak sadar kita lagi ditipu sama visual  yang terlhat seolah ‘real’

Deepfake (teknologi kecerdasan buatan yang di gunakan untuk menciptakan konten palsu)  itu bukan lagi buat lucu-ucuan. Tapi bisa jadi propaganda yang bikin kamu yang tadinya waras kemudian ragu apakah ini benar.

Lebih konyolnya lagi, hal ini tidak ada yang bisa kamu salahkan karena di kerjakan oleh yang namanya AI. Kemudian yang membuat tanpa nama (anonim) dengan email yang nggak jelas.

PERSENTASI MENGAPA NURANI TAK BISA DIPROGRAM SEPERTI AI - Kreativitas video berbasis AI

Teknologi Boleh Cerdas, Kebenaran Bukan Hasil Render

Saat ini kita semakin susah ngebedain mana video dokumenter yang bener-bener asli, mana video hasil render para kreator. Serius! Misalkan ada emak-emak joget-jogetan di tengah perang.

Ada tokoh sejarah yang asyik nge-rap, atau bahkan ada “rekaman CCTV” kejadian kriminal. Padahal semua itu bisa jadi cuman kerjaan AI yang di buat oleh kreator yang “iseng’.

Kalo di lihat sekilas, visualnya halus banget, lightingnya pas, ekspresi wajahnya sangat meyakinkan. Tapi masalah yang mendasar adalah kebenaran itu bukan soal siapa yang jago bikin prompt, jago ngedit tapi apa itu peristiwa yang benar-benar terjadi.

Andaikan semuanya bisa “di videokan”, trus gimana kamu bisa tahu mana yang real mana yang hasil rekaan semata? Gini ya, bisa jadi nanti kamu ngeliat videomu sendiri trus ngaku jadi alien, padahal kamu lagi santai dan tidur-tiduran di kost.

Mengapa saya sedikit “protes” bukan cuman masalah konten aneh-aneh di Internat, tapi ini lebih pada persoalan yang lebih besar di masa mendatang yakni kepercayaan publik pada kreativitas manusia yang bisa hancur.

Kalau semua video kita palsukan, lantas siapa yang masih percaya sama bukti-bukti visual? Khawatirnya video pengakuan seseorang, video rekaman sejarah atau bahkan liputan berita jadi di ragukan orang.

Apa akibatnya? Kita akan hidup di zaman ‘post-truth’ alias zaman setelah kebenaran. Yang paling penting terlihat sangat meyakinkan, bukan soal benar atau salah.

Fenomena ini bukan saja merugikan pembuat konten yang benar-benar jujur, tapi kita semua yang selalu menikmati hasil karya AI pada akhirnya akan bingung mau percaya siapa?

Jadi saya sarankan, sebelum memercayai sebuah video yang ‘viral’ atau yang FYP sekalipun, tanyakan dulu, ini fakta atau cuman hasil render AI belaka.

PERSENTASE ASPEK UTAMA KEPERCAYAAN PADA KARYA AI - Kreativitas video berbasis AI

Karya Instan, Jiwa Absen

Kamu pasti sering nemuin video AI yang keliatannya “wah banget” tapi habis nonton rasanya kok hambar ibarat makan sayur tanpa rasa dan tanpa garam? Yah itulah realitas konten saat ini: Cepat jadi, cepat viral tapi juga cepat terlupakan.

Banyak bertebaran di media sosial video AI yang di buat bukan karena pesan penting atau ide orisinal, tapi mereka hanya pengen FYP dan numpang tren, Apakah hasilnya estetik? Kebanyakan iya sih.

Meaningful? hmmm…not really. Yang penting kata mereka catcy, bisa bikin netizen berhenti scroll 5 detik, lumayan untuk menarik perhatian.

Tapi jujur aja nih, kalau saya di tanya makna dibaliknya? Ya..kosong aja bro! kayak kamu makan mie instan, nompol di awal aja, tapi nggak ngenyangin batin bahkan nggak tahan lama kenyangnya.

Padahal dulu kita di ajarin bahwa seni, kreativitas atau storytelling itu harusnya memiliki ruh, punya proses yang harus di lalui, punya ‘jiwa’ biar nggak kering dan hampa. Tapi sekarang itu malah kebalik ya, makin manusiawi tampilannya, makin otomatis proses pembuatannya.

Fenomena ini ironis banget kan? Memang Kreativitas video berbasis AI bisa bikin kamu nangis atau malah ngakak, tapi itu bukan karena pengalaman hidup si pembuatnya. Tapi karena script dan prompt sama efek yang di perhitungkan oleh algoritma.

Gimana mungkin dapat menyentuh hati dengan ‘jiwa’ kalau bikinnya aja tanpa hati? Kalau saja semua yang di hasilkan dalam video serba instan dan mekanis.

Lama-lama dunia kreativitas kita bisa berubah menjadi pabrik tamplate semua serba seragam, datar dan sangat membosankan. Selamat tinggal originalitas, selamat datang kebisingan visual

PERSENTASE AKIBAT KARYA INSTAN YANG TIDAK MEMILIKI ‘JIWA’ Kreativitas video berbasis AI

Kreativitas mesin itu Ilusi Tanpa Rasa

Kreativitas itu nggak hanya soal “kerapian visual” atau “editing yang smooth”. Tapi soal cerita, rasa, dan pengalaman hidup yang nempel di karya seseorang. Nah, di sinilah AI sering gagal paham.

Oke, AI bisa aja bikin lukisan ala Van Gogh yang lebih baik bahkan mirip. AI yang nulis puisi sok romantis, atau bahkan bikin video seolah-olah tentang budaya lokal. Tapi realitasnya semuanya itu cuma kulit. Nggak ada memori, nggak ada luka batin, nggak ada tawa tulus yang lahir dari hidup nyata.

Konten yang di hasilkan jadinya datar, aman, dan generik, kayak ngomong “aku cinta kamu” dari chatbot yang bahkan nggak pernah patah hati.

AI nggak pernah ngerasain upacara adat yang di lakukan teman-teman di Gunung Bromo, nggak ngerti harumnya tanah saat hujan pertama di Pegunungan Bogor, atau ribetnya mudik pakai motor saat Hari raya Idul Fitri.

Jadi, gimana mungkin dia bercerita tentang budaya yang eksotik, sejarah yang penuh makna, atau nilai hidup dengan jujur dan dalam? Konten yang lahir dari algoritma tanpa jiwa manusia itu ibarat topeng cantik, indah, tapi kosong.

Kita butuh karya yang bukan cuma “terlihat keren”, tapi juga bisa nyentuh, menggugah, dan bikin kita merasa hidup. Karena kalau semuanya di kuasai mesin, nanti cerita tentang kita, tentang manusia, malah lenyap, tergantikan oleh simulasi yang nggak pernah benar-benar mengerti.

PERSENTASI MENGAPA KREATIVITAS MESIN ITU ILUSI TANPA RASA

Manusia mulai Kehilangan Rasa

Bayangin kamu udah begadang 3 malam, ngedit video, nulis script dari hati, mikirin konsep yang personal banget… eh, pas upload, kalah saing sama Kreativitas video berbasis AI yang jadi cuma dalam 5 menit, tanpa ngeluh, tanpa ngopi tanpa ‘bayaran’.

Sakitnya tuh di like dan views yang sepi.  Di era digital ini, mesin makin jago bikin konten, tapi yang di rugikan siapa? Ya kita—para kreator asli.

AI bisa kerja 24 jam, nggak minta bayaran yang mahal, dan hasilnya bisa langsung viral. Tapi kalau semua brand, media, dan platform cuma ngejar efisiensi. Kreator manusia bisa pelan-pelan terdepak. Kreativitas jadi soal speed dan klik, bukan lagi tentang rasa dan pesan.

Lebih ngeri lagi, karena semua yang di buat AI tuh lama-lama jadi mirip. Gayanya itu-itu aja, ekspresinya generik, dan temanya safe banget biar cocok sama algoritma.

Konten jadi homogen, padahal kan justru keberagaman itu yang bikin internet hidup! Tapi ya gimana… kapitalisme digital lebih cinta mesin yang predictable daripada manusia yang penuh kejutan.

Kalo gini terus, jangan kaget kalau suatu hari dunia kreatif berubah jadi feed yang semua isinya kayak fotokopian.

Dan suara kita yang unik, yang jujur, yang lahir dari pengalaman hidup, perlahan tenggelam, di ganti sama suara mesin yang nggak pernah benar-benar punya cerita.

PERSENTASI MENGAPA Kreativitas video berbasis AI  MANUSIA KEHILANGAN RASA SAAT ‘BERSAHABAT AI’

Pengulas: Baso Marannu, owner pengembang website RAHASIA (ragamhiasindonesia) saat ini sebagai peneliti Ahli Madya pada Pusat Riset Khazanah Keagamaan dan Peradaban – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *