
Mengenal Aksara Incung. Di balik lekuk-lekuk dan keindahan pegunungan Bukit Barisan yang memeluk rindu Kabupaten Kerinci, tersembunyi sebuah warisan pusaka budaya yang perlahan bangkit dari peraduan panjangnya: Aksara Incung.
Aksara lincung, seperti halnya aksara-aksra lainnya di bumi pertiwi ini, Ia bukan sekadar goresan kuno yang terukir di daun lontar atau bambu tua.
Karya klasik itu merupakan representasi jati diri masyarakat Kerinci yang kini menjelma menjadi motif estetis di atas lembar kain batik.
Aksara Incung merupakan sistem penulisan yang di gunakan oleh orang-orang Kerinci. Menjadikannya sebagai identitas.
Perwujudannya dalam bentuk batik Kerinci bertujuan untuk mengidentifikasi identitas batik Kerinci.
Artikel ini merupakan hasil penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan data deskriptif yang membahas tentang data sesuai fakta yang di temui di lapangan, dengan kajian estetika.
Pengumpulan data di lakukan melalui studi pustaka, observasi, wawancara dan matrik pengumpulan data.
Artikel ilmiah “Aksara Incung Sebagai Identitas Batik Kerinci” yang di tulis oleh Dela Puspita Riza, Sulaiman, dan Rosta Minawati dari Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni, Pasca Sarjana, Institut Seni Indonesia Padangpanjang.
Mereka menuliskan karya ilmiahnya tentang Mengenal Aksara Incung dalam jurnal Melayu Art and Performance Vol. 5, No. 1, April, 2022
Merupakan suatu sumbangsih penting dalam pelestarian dan pemaknaan budaya lokal.
Penelitian ini tidak hanya mengangkat aspek visual dari aksara Incung, tetapi juga membingkainya dalam konteks identitas, estetika, dan upaya pelestarian melalui industri kreatif: batik.
Narasi Penelitian yang Menghidupkan Aksara
Aksara Incung yang di jadikan motif pada batik adalah bentuk asli dan di buat sesuai dengan nama motif serta hanya mencirikan identitas sosial budaya Kerinci.
”Kebudayaan sebagai identitas nasional menunjukkan betapa kebudayaan adalah aspek yang sangat penting bagi suatu bangsa. Karena merupakan jati diri dari bangsa tersebut” (Nuraeni & Alfan, 2013: 26).
Dela Puspita dkk menelusuri bagaimana aksara Incung, yang dulunya menjadi sarana pencatatan adat dan silsilah. Kini di adaptasi dalam motif batik Kerinci sebagai simbol kebanggaan daerah.
Sungguh menarik dan bisa menjadi inspirasi untuk pengembangan UMKM bidang fashion lannya.
Aksara Incung merupakan aksara yang terdapat di Kabupaten Kerinci. Incung merupakan bahasa Kerinci yang berarti miring atau seperti terpancung (Mubarat, 2015).
Pelahiran Aksara Incung adalah salah satu kearifan lokal yang masih di lestarikan.
Aksara tersebutadalah suatu produk budaya yang sangat berharga, sekaligus sebagai warisan budaya yang bernilai sejarah. Bernilai tradisi bersifat local genius, sehingga keberadaannya perlu untuk dilestarikan kan sebagai warisan budaya (Mubarat, 2015).
Dalam penelitian ini, kita di ajak menyelami proses kreatif para pengrajin batik Kerinci, dari tahap desain hingga pewarnaan.
Mengenal Aksara Incung di padukan secara harmonis dengan flora (daun sirih, kopi, bunga cengkeh), fauna (harimau, ikan semah). Hingga benda budaya (carano, rumah adat).
Kombinasi ini menghadirkan keindahan visual sekaligus narasi identitas masyarakat Kerinci yang kuat.
Baca juga : Batik Melayu Sumatera Utara: Karya Kreativitas Wahyu Tri
Estetika dalam Goresan Tradisi

Salah satu kekuatan utama artikel ini adalah penggalian unsur-unsur desain dalam batik Kerinci. Yakni garis, shape (bangun), tekstur, warna, dan ruang—yang semuanya di eksplorasi dengan lensa estetika.
Pendekatan ini memberikan pembaca pemahaman bahwa setiap goresan motif bukan sekadar hiasan. Tetapi menyimpan makna filosofis dan representasi visual dari kebudayaan Kerinci.
Akasara Incung merupakan aksara yang dapat di golongkan sebagai jenis aksara Sumatera, yang lebih dikenal sebagai jenis aksara Kaganga.
Aksara kaganga terkadang juga mendapat sebutan sebagai aksara ulu. Karena aksara ini di yakini lahir dan berkembang di wilayah hulu sungai di daerah pedalaman Sumatera (Sunliensyar, 2021).
Nama Kaganga sering pula digunakan untuk menyebut aksara Incung Kerinci. Karena keberadaan wilayah ini yang juga berada di sekitar hulu sungai. Hal ini terlihat dengan banyaknya sungai yang mengalir di wilayah Kerinci.
Sebagai contoh, garis-garis patah dan melengkung pada aksara Incung bukan sekadar bentuk, melainkan ekspresi sejarah dan identitas.
Pewarnaan yang di gunakan, baik sintetis maupun alami, bukan hanya memperindah kain. Tetapi juga menggambarkan elemen alam yang melekat pada masyarakat Kerinci.
Aksara Incung sebagai motif batik Kerinci di buat tidak selalu mengikuti motif ragam hias.
Ada beberapa produk batik hanya menambahkan aksara Incung sebagai identitas sosial budaya Kerinci.
Pengrajin batik sendiri tanpa ada bantuan dari pihak lain atau desainer.
Pengrajin batik memindah desain motif aksara Incung dengan pedoman buku panduan penulisan belajar aksara Incung.
Motif aksara Incung di buat menyerupai bentuk asli meskipun ada perubahan, namun masih dengan bentuk dan karakter yang sama.
Kontribusi Nyata terhadap Pelestarian Budaya
Artikel ini tidak hanya bersifat deskriptif, tetapi juga inspiratif. Penulis menunjukkan bagaimana pelestarian budaya tidak harus terkungkung di museum atau ruang akademik.
ia bisa hidup di kehidupan sehari-hari, bahkan di lembaran pakaian. Revitalisasi aksara Incung melalui batik adalah bentuk nyata dari inovasi berbasis tradisi.
1. Unsur Garis
Produk batik Kerinci menjadikan aksara Incung sebagai motifnya. Aksara Incung dibentuk oleh garis lurus, patah terpancung, dan melengkung dengan rata-rata kemiringan 45°, jadi bukan aksaranya yang di tulis miring seperti penulisan huruf latin di tulis miring bersambung.
Aksara Incung adalah aksara daerah Kerinci yang memiliki karakter yang membedakan dengan aksara daerah lain.
Upaya pengrajin dan dukungan pemerintah lokal melalui penerapan aksara Incung pada nama jalan, sekolah, hingga instansi, menjadi langkah konkret yang patut di apresiasi.
Ini menunjukkan bahwa pelestarian budaya bisa menjadi gerakan kolektif, lintas generasi.
2. Unsur Shape (Bangun)
Shape adalah suatu bidang kecil yang terjadi karena di batasi oleh sebuah kontur (garis) dan atau di batasi oleh adanya warna yang berbeda atau lebih gelap terang pada aksiran atau karena adanya tekstur (Kartika, 2020: 71).
Karya seni batik Kerinci shape di gunakan sebagai simbol perasaan pengrajin dalam menungkan ide dan gagasan ke sebuah kain.
Di dalam pembuatan batik Kerinci pengolahan motif terjadi perubahan yaitu pengrajin menerapkan stilisasi agar motif terlehat lebih indah.
Stilisasi yaitu menggayakan bentuk motif tanpa harus menghilangkan karakter dari bentuk aslinya.
3. Unsur Texture (Permukaan Bahan)
Produk batik dua demensi ini memiliki tekstur yaitu kasat atau licinnya suatu permukaan benda.
Tekstur di bagi dua macam di antaranya tekstur semu dan tekstur nyata, tekstur semu yaitu tekstur yang kelihatan kasar apabila diraba akan terasa halus.
Sedangkan tekstur nyata yaitu sesuai dengan visualnya apabila kelihatan halus jika di raba akan terasa halus dan begitupun sebaliknya.
4. Unsur Warna
Warna sebagai warna, kehadirannya sekedar memberi tanda pada suatu benda atau barang, atau hanya untuk membedakan ciri benda satu dengan lainnya tanpa maksud tertentu dan tidak memberikan pretensi apapun.
Warna-warna tidak perlu di pahami atau di hayati karena kehadirannya hanya sebagai tanda dan lebih dari itu sebagai pemanis permukaan.
5. Unsur Ruang
Ruang merupakan produk tiga matra yang mempunyai panjang, lebar dan tinggi (mempunyai volume) (Kartika, 2020: 79).
Produk batik Kerinci merupakan produk yang di buat dalam bentuk dua dimensi.
Pengolahan kain menjadi sebuah produk batik kemudian dijadikan sebagai produk tiga dimensi seperti, baju, lacak dan jaket.
Jika dipandang sekilas produk batik Kerinci hampir sama dengan produk batik dari daerah lain.
Saran untuk Peneliti Selanjutnya
Sebagai landasan yang kuat, penelitian ini membuka banyak kemungkinan eksplorasi ke depan. Beberapa saran yang bisa di jadikan arah:
- Studi Komparatif: Periset selanjutnya dapat meneliti tentang perbandingan antara aksara Incung dengan aksara tradisional lainnya di Sumatera, atau bisa jadi aksara lainnya di Nusantara ini dalam konteks penerapannya di seni tekstil.
- Kajian Ekonomi Kreatif: Menarik juga jika dihubungkan dengan menggali lebih dalam potensi ekonomi dari batik Incung sebagai produk unggulan daerah.
- Digitalisasi dan Promosi Global: Dalam dunia teknologi digital saat ini, peneliti dapat melakukan penelitian tentang bagaimana aksara Incung dapat diangkat ke panggung global melalui media digital, NFT, atau kerajinan modern lainnya.
Artikel “Aksara Incung Sebagai Identitas Batik Kerinci” adalah karya yang memadukan riset budaya dengan praktik seni, dan hasilnya sangat inspiratif.
Ia membuktikan bahwa aksara kuno bukan hanya bisa dikenang, tetapi bisa dihidupkan kembali sebagai identitas visual yang memikat.
Melalui tulisan Mengenal Aksara Incung, mari kita rayakan bahwa budaya bukan sekadar warisan, tapi juga masa depan, selama kita tahu cara menulisnya kembali dalam bentuk yang baru.
Pengulas: Baso Marannu (pemerhati seni kerajinan Indonesia) owner pengembang website www.ragamhiasindonesia.id. saat ini sebagai peneliti Ahli Madya pada Pusat Riset Khazanah Keagamaan dan Peradaban – BRIN
Tinggalkan Balasan