
Tenun Sikka Di Tanah Flores. Pagi itu tepat pada hari selasa, udara Kota Maumere, Kabupaten Sikka Nusa Tenggara Timur terasa lebih hangat dari biasanya.
Di bawah langit biru dan aroma kain tenun tradisional, saya melangkah ke Pasar Alok salah satu pasar terbesar di Maumere.
Pasar tradisional yang tak hanya menjual kebutuhan harian. Namun yang lebih istimewa adalah setiap hari Selasa. Tepatya bagian selatan pasar Alok, Lapak kain tenun Khas Sikka ramai di jual oleh mama-mama penenun dari Flores mulai dari pukul 5 pagi.
Mereka menjual hasil tenunannya lesehan di lantai hanya beralaskan karung atau plastik lebar pada lorong dan pinggir pasar Alok. Sedangkan pengepul atau ‘papalele’ Kain Ikat Sikka menjualnya di stand.
Untuk bagi pembeli umum agar tidak kalah cepat dengan ‘papalele’ maka sebaiknya datang sebelum pukul 6 pagi.
Konon kalau kita membeli kain Khas Sikka dari tangan pertama (penenunnya) lebih murah dan kita bisa tawar menawar harga, ketimbang kita membelinya di gallery atau sudah di stan kerajinan tenun atau mungkin di rumah penenunnya.
Buat mama-mama penenun yang menjual kain tenun di Pasar Alok, buat mereka yang hanya menjual seminggu sekali, yakni pada hari selasa, kain tenun yang laku juga tidak menentu kadang 2 sampai 4 lembar, namun ada kalanya juga seharian itu tidak ada yang terjual.
Semua tergantung rezky dan keberuntungan penenun.
Baca juga: Tenun Teknik Silang Kepar: Desain diagonal yang elegan
Dari Desa ke Pasar Alok
Sebelum tenun-tenun ini sampai ke Pasar Alok, ia melalui proses panjang di desa. Mama-mama dari desa Wairhubing atau Lela atau mungkin dari desa terdekat.
Benang-benang kapas di pintal, di ikat, di celup dalam pewarna alami yang menjadi karakter Tenun Khas Sikka. Kain di jemur di bawah matahari, lalu di tenun dengan alat tradisional.
Untuk mendapatkan kain tenun Sikka, Prosesnya bukan sehari dua hari. Butuh waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, untuk menyelesaikan satu lembar kain.
Itulah mengapa kain tenun ikat Sikka ini harganya relatif mahal, apalagi memakai motif tertentu yang rumit, tentu harganya semakin mahal.
“Setiap motif punya cerita,” ujar seorang ibu Marince, penenun dari lela, “Kalau kita menenun, berarti kita sedang bercerita.” Menjelaskan sambil tertawa hangat.
Dan kini, cerita-cerita itu sudah siap di jual.
Tenun Sikka Di Tanah Flores, Saya pun penasaran: berapa harga dari sebuah karya yang di buat dengan hati dan sejarah ini?
Menyusuri Deretan Kain Sikka

Di Pasar Alok, saya menemukan berderet-deret kios pedagang kain tenun serta puluhan mama-mama yang membuka lapak khusus kain tenun di tanah beralaskan karung dan plastik lebar.
Dari Desan dan kampung terdekat dari pasar Alok Mereka datang menjual kain tenun ikat Sikka.
Kain tenun dengan berbagai warna, mulai yang tajam, kontras, dan penuh motif simbolik. Ada motif patola, kuda, pohon kehidupan, hingga motif geometris yang rumit. Semuanya punya makna filosofis tersendiri.
Saya bertanya kepada seorang mama penjual: “Berapa harga kain ini?”
Ia menjawab dengan senyum sabar, “Kalau yang ini Rp250.000. Nah yang ini 650.000 ribu, sedangkan yang ini harganya Rp1,2 juta atau yang itu 2 juta lebih” Ujar mama Rina.
Tenun Sikka Di Tanah Flores. Saya menyadari bahwa penenuntuan dan Perbedaan harga kain tenun Ikat Sikka itu Ternyata tergantung pada:
- Teknik pengerjaan: Semakin rumit motif dan ikatannya, semakin mahal.
- Bahan benang: Benang kapas alami lebih mahal daripada benang pabrikan.
- Waktu pengerjaan: Ada kain yang di buat selama 3 bulan penuh!
- Motif dan pewarna alami: Motif adat dengan pewarna alam cenderung lebih mahal karena prosesnya lebih lama dan langka.
Ketika Kain Berbicara Lewat Harga
Saya melihat sebuah kain dengan dominasi warna merah tua dan indigo, di selingi garis putih yang rapi. Kain ini di jual seharga 950.000. Mahal? Sekilas, mungkin iya.
Tapi setelah tahu bahwa pembuatannya butuh waktu lebih dari 30 hari dan melalui lebih dari 5 tahap rumit, harga itu terasa seperti apresiasi yang adil.
“Kami tidak menawar karena mahal,” kata seorang pembeli dari luar kota, “kami justru bangga bisa menghargai kerja mereka.”
Itu momen yang menyentuh. Di balik angka harga, Kita akan mengingat kala itu ada keringat, waktu, dan cinta dari seorang mama-mama yang duduk berjam-jam menenun di bale-bale kayu, sambil menjaga anaknya bermain di sudut rumah.
Rasa Bangga dalam Setiap Helai
Tenun ikat Sikka bukan sekadar oleh-oleh atau produk fashion. Ia adalah identitas. Di Maumere, anak muda pun mulai memakai kain tenun sebagai bagian dari pakaian sehari-hari, dipadu dengan kaos, jaket, bahkan sneakers.
“Ini bukan kain orang tua lagi,” kata seorang remaja yang saya temui di pasar, sambil menunjukkan syal tenun yang melingkar di lehernya. “Ini gaya lokal yang keren.”
Dan benar saja—saat saya perhatikan, sudah banyak inovasi bentuk: ada tas, dompet yang dilapisi tenun ikat. Budaya dan kreativitas kini berjalan berdampingan.
Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Kisah dari desa Waira dan hiruk pikuk Pasar Alok adalah gambaran nyata tentang ekonomi kreatif yang berbasis kearifan lokal. Tenun bukan hanya menjaga budaya tetap hidup, tapi juga membuka peluang ekonomi yang nyata.
Dari video yang saya tonton, terlihat bagaimana proses tradisional masih dipertahankan dengan bangga.
Dan dari pasar, saya lihat bagaimana proses itu dihargai—bukan hanya dengan uang, tapi juga dengan rasa hormat.
5 Alasan Kenapa Kamu Harus Punya Kain Tenun Ikat Sikka
- Warisan Budaya yang Hidup: Setiap helai adalah cerita.
- Proses Alami dan Ramah Lingkungan: Pewarna alami, tanpa mesin.
- Motif Filosofis: Penuh makna dan nilai adat.
- Mendukung Ekonomi Lokal: Uangmu langsung ke tangan pengrajin.
- Keren untuk Gaya Kekinian: Tenun nggak harus kuno!
Saya pulang dari Pasar Alok dengan sehelai kain berwarna indigo, motif geometris yang rumit. Bukan sekadar belanja, rasanya seperti membawa pulang sepotong jiwa Flores.
Dan kalau kamu suatu hari mampir ke Maumere, pada hari selasa jangan lupa singgah di Pasar Alok untuk mendapatkan kain tenun Sikka yang terbaik langsung dari penenunnya
Karena di Sikka, tenun bukan hanya kain. Ia adalah doa yang dijahit dengan sabar.
Tinggalkan Balasan